Kapolres Konawe Selatan, Febry Sam Laode mengatakan, polisi telah melakukan mediasi berkali-kali sejak kasus dilaporkan pertama kali pada April 2024.
Pihaknya sudah melakukan proses penyelidikan selama 3 bulan untuk memberikan ruang mediasi kepada kedua pihak.
Namun, karena tidak ada kesepakatan antara kedua pihak, kasus itu kemudian naik ke tahap penyidikan. Selain itu, Febry membantah adanya penahanan oleh penyidik Polres Konawe Selatan terhadap sang guru.
Sebab, penahanan tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Andoolo sejak berkas diserahkan oleh penyidik.
“Keluarga korban juga tidak pernah meminta sejumlah uang untuk kompensasi damai,” kata Febry saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (22/10/2024).
BACA JUGA:Statusnya Bureng, Guru Honorer di Kabupaten Tegal Ngadu ke DPRD
BACA JUGA:Puluhan Guru Honorer di Kabupaten Tegal Datangi DPRD, Ada Apa?
Pihak S Memberikan “Amplop”
Masih pada Mei 2024, S kembali datang ke rumah korban bersama Kepala Desa Wonua Raya. Mereka datang dengan tujuan untuk membicarakan permasalahan antara kedua belah pihak agar bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Pada saat pertemuan tersebut, suami S mengeluarkan amplop berwarna putih yang diletakkan di atas meja. Melihat amplop tersebut, orangtua korban merasa tersinggung dan menegur suami S.
"Dalam pertemuan tersebut tidak ada kesepakatan damai sehingga kepala desa dan terlapor pamit pulang," jelas dia.
Karena tidak ada kesepakatan, penyidik Polsek Baito mengajukan permohonan gelar perkara Tingkat Polres untuk dapat dinaikan status dari penyelidikan ke penyidikan.
"Selama pelaksanaan proses penyidikan, pihak penyidik Polsek Baito tidak melakukan penahanan terhadap tersangka," kata dia.
BACA JUGA:Sambil Jalan Sehat, Guru Honorer Tuntut Kejelasan Formasi PPPK
BACA JUGA:Guru Honorer Datangi DPRD Kabupaten Tegal, Ada Apa?
S Disebut Mengakui Perbuatannya