Sengketa Tanah di Kota Lama Semarang Memanas: Bos Dafam Group Lapor Balik ke Polda Jateng
Adi Nurrohman selaku Kuasa Hukum Soleh Dahlan melakukan klarifikasi terkait sengketa tanah di jalan Jalak Kota Lama Semarang, Kamis 12 Juni 2025. Pihaknya menegaskan tidak ada keinginan untuk memiliki tanah milik negara tersebut.--Wahyu Sulistiyawan
SEMARANG, diwayjateng.id - Siapa sangka, dibalik ikoniknya bangunan tua bersejarah peninggalan Belanda, yang saat ini menjadi tempat favorit wisatawan dari berbagai daerah dan mancanegara tersimpan permasalahan sengketa antara dua pengusaha besar.
Perseteruan masalah sengketa tanah seluas kurang lebih 674 meter persegi di jalan Jalak 5 dan 7 Rt4 Rw11 Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah ini melibatkan dua pengusaha F Soleh Dahlan, pemilik Dafam Group, dan Shita Devi Kusumawati, pemilik Spiegel Bar & Bistro.
Sengketa ini berawal saat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang memenangkan gugatan yang diajukan Soleh Dahlan atas kepemilikan tanah yang berada didepan rumah akar.
Atas putusan PTUN Semarang tersebut, permasalahan semakinpanjang. Shita Devi melaporkan Soleh Dahlan atas dugaan pemalsuan dokumen terkait penguasaan fisik lahan yang dibuat pada Maret 2022 ke Polrestabes Semarang.
BACA JUGA:Boss Dafam Grup Jadi Tersangka Kasus Dugaan Pemalsuan Surat
BACA JUGA:ATR BPN Grobogan Lakukan Pencocokan Objek Sengketa Tanah di Ngaringan
Di sisi lain, pemilik Hotel Dafam ini juga melaporkan Shita atas dugaan pemalsuan surat di bangunan bersejarah yang sama ke Polda Jateng.
Adi Nurrohman selaku Kuasa Hukum Soleh Dahlan mengatakan, laporan ini merupakan respons atas laporan SDK sebelumnya terhadap kliennya ke Polrestabes Semarang.
"Kami sudah laporkan bali ke Polda Jateng terkait dengan dugaan pemalsuan surat dan pemalsuan pernyataan tidak sengketa maupun penguasaan fisik, dan sekarang sudah masuk tahap penyidikan," terangnya kepada awak media, Kamis 12 Juni 2025.
Dengan laporan yang menjerat Shinta Devi kasus ini juga menyasar nama-nama yang dianggap terlibat dalam kasus jual beli tanah seperti NV Thio Tjoe Pian, Kusuma Tjitra, dan Ir Mustika.
"Kami juga laporkan tiga orang, karena diduga ada dua pemalsuan surat, antara surat tidak sengketa maupun penguasaan fisik sehingga terjadi jual-beli," ujarnya.
Melanjutkan, Soleh Dahlan tidak berniat untuk memiliki lahan yang sudah sah kembali milik negara sesuai keputusan PTUN Semarang maupun Surabaya, melainkan hanya sebagai penyewa yang sudah merawat dan mengelola hingga 42 tahun.
Sedangkan, Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah tersebut sudah kadaluarsa sejak 24 September 1980 dan tidak diperpanjang oleh NV Thio Tjoe Pian, yang berarti secara hukum tanah itu kembali menjadi milik negara.
"Klien kami tidak pernah mengakui memiliki lahan ini, karena ini lahan milik negara. Namun klien kami telah merawatnya sejak tahun 1980 dan tidak ada perpanjangan HGB yang dilakukan oleh pemegang sebelumnya, seingga tanah kembali menjadi milik negara," ungkap Adi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
