Berlandaskan Filosofi, Pilihan Aksi CSR TBIG Hasilkan Rumah Batik hingga Kurikulum Unggulan

Sesi zoom journalism fellowship on CSR 2025 --IST
JAKARTA, diswayjateng.id - Aksi Corporate Social Responsiblity (CSR) yang diterapkan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) bukan sekadar branding atau pencitraan.
Aksi CSR TBIG lebih memilih sebagai sebuah instrumen pendekatan berlandaskan nilai atau filosofi, dengan kesadaran filsofinya adalah bersama untuk Indonesia.
"Kesadaran filosofis adalah landasan. Siapa kita? apa makna kita sebagai bagian dari bangsa ini? itulah ontologi yang membentuk aksi CSR itu beyond branding,” kata Fahmi Alatas, Head of Learning Management and CSR TBIG dalam Journalism Fellowship on CSR 2025, Senin 14 April 2025.
Pondasi itulah yang menghasilkan aksi CSR berkelanjutan TBIG melalui empat pilarnya yaitu Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan dan Budaya.
BACA JUGA: Dugaan Penipuan CPNS Kemenkumham di Batang Masuk Babak Baru, Kejari Panggil Korban
BACA JUGA: 16 Wartawan dan Mahasiswa Terpilih Ikuti Journalism Fellowship on CSR 2025, Termasuk Disway Jateng
Ia menegaskan aksi CSR TBIG adalah instrumen value based, bukan branding palsu. Mereka libatkan klien, internal stakeholder, hingga mitra bisnis.
“Kalau bumi rusak, siapa yang mau jadi klien?” sindir Fahmi soal pentingnya menjaga lingkungan dalam bisnis.
Pihaknya turut menjaga lingkungan dengan CSR berupa reboisasi tanaman hingga pengolahan ulang sampah bernilai ekonomi.
Baginya, CSR itu bukan Simulakra yang berarti tiruan atau salinan dari sesuatu yang tidak asli atau tidak lagi asli.
BACA JUGA: Ketua Dewan Pers Buka Journalism Fellowship on CSR 2025, Ini Pesannya
BACA JUGA: Dewan Pers Apresiasi BRI Fellowship Journalism 2025, Tingkat Kompetensi dan Prestasi Jurnalis
Aksi CSR TBIG menyusun framework ESG—Environment, Social, Governance—dengan pendekatan sistematis dan berkelanjutan.
Hasilnya dari pilar budaya adalah TBIG menghasilkan Rumah Batik di Kabupaten Pekalongan. Rumah Batik jadi senjata TBIG menjaga budaya dan menciptakan ekonomi baru. “Batik bukan soal motif, tapi soal identitas nasional,” jelas Fahmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: