Wacana Pilkada Lewat DPRD Tuai Polemik
Dr. Nur Hidayat Sardini, S.Sos., S,H., M.Si saat berbicara dalam forum bertajuk Evaluasi Pemilu dan Pilkada Tahun 2024 serta Proyeksi Mendatang yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengurus Cabang Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), dan Univ-Umar Dani -
SEMARANG, diswayjateng.id - Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto memicu polemik.
Pengamat politik, Dr Nur Hidayat Sardini SSos SH MSi menilai isu ini selalu muncul setiap pembahasan mengenai Undang-Undang Pemilu.
Nur Hidayat Sardini yang juga ketua Pengurus Cabang Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI menyampaikan pandangannya dalam forum bertajuk Evaluasi Pemilu dan Pilkada Tahun 2024 serta Proyeksi Mendatang.
Acara ini merupakan kerja sama antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengurus Cabang Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), dan Universitas Diponegoro Semarang. Diskusi tersebut digelar di Hotel Santika, Semarang, pada Sabtu, 21 Desember 2024.
BACA JUGA:Ketua Umum DPN KORPRI Minta Bawaslu Tindak Pelanggaran Netralitas ASN di Pilkada 2024
Menurut Nur Hidayat, kalau ada pembahasan UU Pemilu, pasti wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD muncul kembali. Perlu dihitung apakah mekanisme tersebut menguntungkan atau merugikan.
"Dalam konsep pemilu internasional, biaya yang dikeluhkan dianggap sebagai investasi politik. Namun, jika kedaulatan rakyat dikurangi, nilai demokrasinya akan berbeda," ujar Nur Hidayat yang pernah menjadi Ketua Panwaslu Provinsi Jawa Tengah 2003 -2004
Ia menambahkan bahwa mekanisme Pilkada langsung berdasarkan prinsip one person, one vote memberikan kedaulatan penuh kepada rakyat.
BACA JUGA:Menghangat, Isu Bupati Impor di Pilkada Batang 2024 Ditanggapi Pengamat Politik
"Kalau pemilihan dilakukan oleh DPRD, itu eksklusif. Yang memilih hanya segelintir orang tertentu. Apa rakyat tidak akan memberontak? Tentu akan tetap ada gejolak," tegas Nur Hidayat Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI 2008-2011
Nur Hidayat yang pernah menjadi Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) 2012-2017
juga mengingatkan bahwa perdebatan serupa pernah terjadi sebelum diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur Pilkada langsung.
Ia menekankan pentingnya mempertahankan mekanisme yang ada saat ini, meskipun biaya yang dikeluarkan dianggap mahal.
"Masalah kemahalan Pilkada harus diurai. Apakah mahal karena biaya yang keluar dari kantong calon atau karena praktik politik uang? Jika tanpa uang, biaya itu bisa ditekan. Salah satu solusinya adalah memanfaatkan teknologi," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: