Pemkab Sragen Rilis SE 'Ayah Ambil Rapor' Menuai Kritikan, Lantaran Kesalahan Administrasi
Tangkapan layar surat edaran bupati sragsn yang masih menggunkan alamat kantor lama. (Istimewa)--Mukhtarul Hafidh / diswayjateng.id
SRAGEN, diswayjateng.com – Pemerintah Kabupaten Sragen secara resmi meluncurkan kebijakan progresif melalui Surat Edaran (SE) Bupati Nomor 400.13/1715/20/2025. Hanya saja, SE terkait himbauan ayah hadir langsung mengambil rapor anak di sekolah pada akhir semester Desember 2025 ini menuai kritikan.
Meski bertujuan mulia membedah krisis peran ayah (fatherless), langkah ini tak luput dari kritik, mulai dari sensitivitas sosial hingga kelalaian teknis administratif.
Kebijakan yang merupakan tindak lanjut arahan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN), Wihaji, ini menyasar seluruh jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga SMA. Menyadari hambatan utama ayah adalah pekerjaan, Pemkab Sragen memberikan jaminan berupa dispensasi keterlambatan kerja.
Harapannya, tidak ada lagi alasan "sibuk mencari nafkah" yang menghalangi keterlibatan emosional ayah dalam pendidikan anak. Namun, efektivitas dispensasi ini di sektor swasta atau informal masih menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan Anak (DPPKBPPPA) Sragen Agus Sudarmanto menjelaskan Pemerintah juga menyisipkan program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), sebuah lomba di media sosial dengan hadiah tertentu. Namun soal hadiah menjadi kebijakan pemerintah pusat.
Sementara Kasi Keluarga Sejahtera DPPKBPPPA Sragen, Hendrawan, menegaskan bahwa ini bukan sekadar seremoni. "Langkah ini mencoba merekatkan kembali peran ayah dalam keluarga di tengah fenomena fatherless yang makin nyata," ujarnya.
Menepis Isu Diskriminasi Keluarga Tak Utuh Salah satu poin paling krusial yang disoroti publik adalah dampak psikologis bagi anak-anak yatim, korban perceraian (broken home), atau mereka yang ayahnya bekerja di luar kota. Hendra menepis anggapan adanya diskriminasi dalam kebijakan ini.
"Ini bukan bermaksud diskriminasi bagi yang yatim atau broken home. Kami justru ingin melihat fenomena ini secara makro, di mana kehadiran figur ayah mulai luntur di banyak keluarga inti," jelas Hendra.
Selain itu sorotan juga terkait profesionalisme birokrasi. Surat Edaran resmi tersebut kedapatan masih mencantumkan alamat Kantor Bupati yang lama. Menanggapi hal ini, pihak DPPKBPPPA mengaku hanya mengirimkan draf kebijakan itu. "Selebihnya mungkin terjadi kesalahan teknis, terkait alamat surat," tambah Hendra.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: