Mengembalikan Makna CSR melalui Jurnalisme Berkualitas, Frans Surdiasis: Platformnya Masyarakat

Direktur GWPP Nurcholis Basyari (Kiri) dan Jurnalis senior Fransiskus Surdiasis saat mengisi Journalism Fellowship on CSR 2025--IST
“Selama ini media memperlakukan CSR seperti urusan internal perusahaan, padahal justru sebaliknya, itu urusan masyarakat,” kata Frans.
Dalam kerangka peliputan CSR yang ideal, wartawan harus kembali pada kesadaran ontologisnya. Bukan hanya sebagai pencatat peristiwa.
Tapi sebagai intelektual yang bekerja demi perubahan.
"Wartawan harus menyadari bahwa tugasnya bukan hanya mengabarkan apa yang terjadi, tapi juga membantu masyarakat memahami dunia tempat tinggalnya,"tuturnya.
Itu sebabnya, kerangka jurnalisme berkualitas harus menopang peliputan CSR.
Hal yang harus menjadi pertanyaan adalah apa yang dibutuhkan masyarakat, bukan apa yang dibutuhkan perusahaan. Lalu, solusi apa yang ditawarkan lewat program CSR ini?
Jurnalis senior itu menyampaikan peliputan CSR bisa menjadi pendekatan naratif yang mendorong inspirasi dan menciptakan shared value.
“Liputan CSR yang baik bisa mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama,” ujar Frans.
Liputan CSR yang bermakna harus memiliki tiga elemen utama: koneksi, apresiasi, dan inspirasi.
Koneksi adalah menghubungkan CSR dengan konteks social,
ekonomi dan budaya Masyarakat tempat CSR itu dikerjakan. Wartawan menjadikan CSR sebagai urusan masyarakat, bukan sekadar urusan Perusahaan.
Lalu, Apresiasi adalah liputan media terhadap CSR perlu
digerakan oleh sikap mengapresiasi. Apresiasi adalah infrastruktur mental yang diperlukan agar kerja-kerja kebaikan ke arah perubahan dapat terus tumbuh dan berkembang.
"Inspirasi artinya liputan media terhadap suatu inisiatif CSR perlu juga mendorong pihak lain untuk mengambil langkah serupa yaitu kerja perubahan," tuturnya.
Semua itu hanya bisa terjadi bila jurnalis bekerja bukan hanya untuk mengabarkan, tapi menggerakkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: