Pewarna Alami dan IPAL Rumah Batik TBIG, Jurus Rahasia Lawan Limbah di Pekalongan
Head of CSR Department Tower Bersama Group, Fahmi Sutan Alatas, menunjukkan IPAL rumah Batik TBIG, Selasa 13 Mei 2025--Bakti Buwono/ diswayjateng.id
Head of CSR Department Tower Bersama Group, Fahmi Sutan Alatas, menyatakan bahwa pengelolaan limbah menjadi hal yang tak bisa ditawar dalam produksi batik modern.
“Kami sudah lama pakai IPAL,dan sebetulnya ini bisa direplikasi siapa saja, tidak mahal,”tuturnya. Ia mengajak peserta fellowship menyaksikan langsung bagaimana IPAL Rumah Batik TBIG bekerja.
BACA JUGA:Motif Jawa Hokokai, Jejak Sejarah Kelam di Balik Keindahan Batik Tulis Pekalongan
BACA JUGA:Semangat Kartini di Telkomsel: Tampil Berbudaya dengan Batik dan Kebaya
Air bekas pewarna disimpan dahulu dalam wadah khusus, dan ketika sudah penuh, mesin otomatis mengaktifkan proses filtrasi secara bertahap.
Tahap awal, air melewati ijuk dan batu split, lalu lanjut ke ijuk yang dicampur dengan arang aktif untuk penyaringan tahap dua.
Air kemudian disaring lagi lewat batu ziolit, mineral penyerap racun, sebelum mengalir ke kolam kecil yang jadi penanda akhir dari proses ini.
“Kalau air sudah masuk kolam ini, kami uji dulu dengan menaruh ikan di dalamnya. Kalau ikannya mati, berarti proses harus diulang—kami tidak kompromi,” tuturnya.
BACA JUGA:Inginkan Ukiran dan Batik Jepara Membumi, Disisipkan di Pendidikan Era Digital
BACA JUGA:Kondisi Industri Batik Pekalongan Saat ini di Mata Akademisi, Antara Regenerasi dan Digitalisasi
Sistem ini menjadikan Rumah Batik TBIG sebagai role model dalam pengelolaan limbah industri kecil menengah, khususnya batik tulis.
Pelatihan dilakukan rutin, dengan target mencetak pengrajin batik baru yang tidak sekadar mahir menggambar motif, tetapi juga paham betul pentingnya menjaga bumi lewat proses produksi.
TBIG membuktikan bahwa menjaga tradisi bisa berjalan seiring dengan teknologi dan kesadaran ekologis.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: