PEMALANG, diswayjateng.id - Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Pemalang menyoroti politik uang dalam Pilkada 2024.
Sorotan tajam terkait politik uang dalam Pilkada, karena Kabupaten Pemalang kapitalismenya masih sangat tinggi. Masyarakatnya juga masih berfikir money oriented.
Hal itu disampaikan dalam rapat kerja Komisi A bersanma Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Agenda pembahasan evaluasi penyerapan anggaran Pilkada di gedung dewan, kemarin.
Nur Afna anggota Komisi A dari Fraksi PDI Perjuangan mengungkapkan rasa keprihatinan soal politik uang di Pilkada sebagai bahan evaluasi ke depan.
BACA JUGA:Komisi A DPRD Kabupaten Pemalang Rapat Kerja Evaluasi Penyerapan Anggaran Pilkada
BACA JUGA:Anggota DPRD Kabupaten Pemalang Heru Khundimiarso Tuding Pemerintah Ingkari Komitmen
Menurutnya, semua tidak memungkiri adanya politik uang, termasuk dirinya. Bahkan, dirinya akan merasa senang jika politik uang itu benar -benar dilarang. Sehingga saat pemilu tidak perlu harus mengeluarkan uang.
"Jika memang benar-benar tidak boleh melakukan politik uang. Maka bagaimana cara memangkasnya atau mungkin upaya antisipasi dan reaktifnya,"kata Nur Afna
Dia mencontohkan, seperti yang terjadi saat pilkada kemarin. Adanya laporan mengenai politik uang, maka yang terjadi adanya reaktif bukan preventif. Sebab, adanya laporan itu, ketika setelah kejadian adanya politik uang.
Nur Afna kembali mengurai soal Kabupaten Pemalang yang dari dulu kapitalismenya masih sangat tinggi. Sehingga untuk dapat mengikuti Pilkada paling tidak harus ada dana sebanyak 60 miliar.
BACA JUGA:Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Pemalang Minta Jalan Wisnu-Watukumpul Jadi Prioritas Perbaikan
Bahkan besarannya sama dengan beban anggaran yang digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada itu sendiri..
Melihat kondisi Kabupaten Pemalang yang semacam itu, maka masyarakat jangan pernah merasakan adanya pembangunan atau kemajuan di Kabupaten Pemalang. Hal semacam itu sangat dirasakannya, termasuk yang dirasakan oleh masyarakat.
Nur Afna sendiri sangat pesimis ketika politik uang masih ada. Siapapun bupatinya daerahnya tidak akan maju, seperti yang dirasakan selama ini.