Selain itu, Suhel juga menyoroti laporan polisi yang telah disampaikan oleh empat wali murid yang tetap ingin proses hukum berjalan hingga tuntas.
Laporan ini juga mendapat dukungan dari alumni SMA 3 yang tergabung dalam organisasi Kastilo.
"Kami ingin kasus ini berjalan sesuai hukum, karena ini bukan sekadar masalah pribadi. Ini adalah pelanggaran serius yang harus diselesaikan sampai tuntas," imbuhnya.
Kekecewaan para orang tua semakin memuncak setelah mengetahui bahwa pihak sekolah terus mendoktrin siswa untuk membela oknum guru yang diduga sebagai pelaku mengungkap.
“Kami sangat menyesalkan bahwa kepala sekolah terus berusaha meyakinkan siswa bahwa oknum guru itu orang baik. Padahal, dugaan pemahaman yang dilakukan bukan hanya verbal, tapi juga ada sentuhan fisik, dan itu sudah diakui sendiri oleh kepala sekolah dalam pertemuan tadi,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala SMAN 3 Kota Pekalongan, Yulianto Nurul Furqon, memberikan klarifikasi bahwa tidak semua korban mengalami dampak psikologis yang serius.
Dari 20 korban, menurutnya hanya tiga siswi yang benar-benar terdampak secara psikologis, sementara 17 siswi lainnya tidak.
“Saat ini para korban sedang mendapatkan pendampingan dari tim psikolog Dinas Kesehatan Kota Pekalongan. Kami juga mempersilakan jika ada yang ingin menempuh jalur hukum agar semuanya lebih jelas,” kata Yulianto.