Seminar FH Undip Bahas Sinkronisasi RKUHAP 2025 dengan KUHP Baru

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) bersama Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPERHUPIKI) menggelar seminar nasional membahas kesiapan RKUHAP 2025-Istimewa/ Umar Dani -
SEMARANG - disayjateng.id – Proses legislasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) masih bergulir di DPR.
Menanggapi hal ini, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) bersama Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPERHUPIKI) menggelar seminar nasional membahas kesiapan RKUHAP 2025.
Seminar bertajuk "Menakar Keselarasan Pengaturan Upaya Paksa dan Pemidanaan dalam RKUHAP 2025 dengan Tujuan dan Pedoman Pemidanaan KUHP Nasional” menjadi ajang penting untuk mengkaji sinkronisasi antara KUHP baru dan RKUHAP,
khususnya dalam hal upaya paksa, pedoman pemidanaan, serta pelaksanaan pidana dan tindakan dalam sistem hukum baru.
BACA JUGA:FH UNS dan Komisi Kejaksaan Bahas Sinkronisasi KUHAP dan KUHP dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu
Ketua Umum ASPERHUPIKI, Dr. Fachrizal Afandi, menekankan pentingnya prinsip ultimum remedium dalam pemidanaan maupun pelaksanaan upaya paksa seperti penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
Menurutnya, penahanan sebagai bentuk pembatasan kebebasan harus memenuhi prinsip necessity dan proportionality.
Namun, dalam praktik, penahanan kerap dijadikan langkah otomatis usai seseorang ditetapkan sebagai tersangka.
Fachrizal mengungkapkan bahwa banyak hakim menjatuhkan pidana penjara setara masa penahanan, meski alat bukti lemah.
BACA JUGA:KUHP Baru Berikan Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang Jauh Lebih Baik
"Ini mengindikasikan penahanan prapersidangan kerap berfungsi sebagai bentuk pemidanaan dini, yang melanggar prinsip keadilan dan HAM," tegasnya.
Ia juga menyoroti keberadaan rechtelijk pardon dalam KUHP Nasional sebagai upaya korektif terhadap praktik overkriminalisasi.
Namun, jika penahanan tetap dijadikan prosedur rutin, nilai-nilai progresif dalam KUHP akan kehilangan makna.
Fachrizal menilai pembaruan hukum pidana tidak akan efektif tanpa perubahan menyeluruh dalam KUHAP, terutama dalam hal pengaturan penahanan dan upaya paksa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: