FH UNS dan Komisi Kejaksaan Bahas Sinkronisasi KUHAP dan KUHP dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) bekerja sama dengan Komisi Kejaksaan RI menggelar Seminar Nasional bertema “Penyelarasan KUHAP dengan KUHP dalam Integrated Criminal Justice System”.-Istimewa-
SOLO, diswayjateng.id -- Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) bekerja sama dengan Komisi Kejaksaan RI menggelar Seminar Nasional bertema “Penyelarasan KUHAP dengan KUHP dalam Integrated Criminal Justice System”, Jumat, 14 Maret 2025.
Seminar ini bertujuan untuk membahas pentingnya penyelarasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) guna menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan terpadu.
Dalam seminar tersebut, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Pujiyono Suwadi menegaskan, proses penahanan terhadap tersangka harus dilakukan secara hati-hati dan tidak sewenang-wenang.
“Saat seseorang dilaporkan atas kasus penggelapan atau penipuan, proses hukum harus berjalan sesuai aturan. Namun, penahanan harus mendapatkan izin pengadilan, kecuali dalam kasus tertentu seperti korupsi, terorisme, pelanggaran HAM berat, atau tertangkap tangan,” jelasnya.
BACA JUGA: Menkop Cabut Izin Koperasi di Kudus, Terlibat Kecurangan Minyakita
Ia juga menyoroti kasus salah tangkap yang sering terjadi, di mana seseorang dihukum meskipun tidak terbukti bersalah.
"Jika seseorang ditahan dan ternyata di pengadilan dinyatakan tidak bersalah, bagaimana kompensasi atas pelanggaran hak asasinya? KUHAP harus memiliki aturan yang jelas untuk mencegah kejadian seperti ini,” tambahnya.
Prof. Pujiyono juga menekankan pentingnya diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, di mana fungsi penyidikan, penuntutan, dan pengadilan harus berjalan dengan koordinasi yang baik tanpa tumpang tindih.
“Dalam sistem saat ini, penyidik menyerahkan alat bukti kepada jaksa, kemudian jaksa membawanya ke pengadilan. Namun, jika terdakwa akhirnya dinyatakan bebas, jaksa yang disalahkan. Padahal, kesalahan bisa terjadi sejak proses pengumpulan alat bukti,” jelasnya.
BACA JUGA:Hindari Kasus Korupsi Tak Terjadi Lagi, Samani Minta PDAM Transparansi Keuangan
Ia juga menyoroti pentingnya mekanisme evaluasi terhadap jaksa dalam menangani perkara, termasuk opsi eksaminasi terhadap jaksa jika terjadi kesalahan dalam menyusun tuntutan.
Lebih lanjut, Prof. Pujiyono mendesak Komisi III DPR RI agar membuka rancangan KUHAP ke publik, sehingga akademisi dan praktisi hukum dapat memberikan kritik dan masukan.
“Saat ini, kita membahas sesuatu yang belum jelas bentuknya. Jika rancangan KUHAP tidak dipublikasikan, bagaimana kita bisa memberikan masukan yang konstruktif?” katanya.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari berbagai institusi hukum, di antaranya, Prof. Topo Santosa (Pakar Hukum Pidana, FH UI), Prof. Hartiwiningsih, SH, MHum (Pakar Hukum Pidana, FH UNS), Dr. Bambang Santoso, SH, MH (Pakar Hukum Acara Pidana, FH UNS) dan Dr. Muhammad Rustamaji, SH, MH (Dekan FH UNS & Pakar Hukum Acara Pidana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: