Seminar FH Undip Bahas Sinkronisasi RKUHAP 2025 dengan KUHP Baru

Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) bersama Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPERHUPIKI) menggelar seminar nasional membahas kesiapan RKUHAP 2025-Istimewa/ Umar Dani -
BACA JUGA:Temui Mahfud MD, Dewan Pers Bahas Draft RKUHP
Ia mengutip data Komnas HAM yang mencatat lebih dari 770 pengaduan tiap tahun terkait penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi saat penyidikan—angka yang stagnan selama empat tahun terakhir.
Ironisnya, KUHAP saat ini masih mengizinkan masa penahanan tahap penyidikan hingga dua bulan sebelum tersangka diperiksa hakim.
Fachrizal mengusulkan agar masa ini dibatasi maksimal 10 hari, dengan perpanjangan maksimal 20 hari.
“Setiap upaya paksa harus mendapat persetujuan hakim sejak awal. Ini krusial untuk menghadirkan hakim pemeriksa pendahuluan guna mengawasi seluruh proses penegakan hukum,” tegasnya.
Senada, Guru Besar FH Undip Prof. Dr. Pujiyono menegaskan bahwa pembaruan KUHAP harus sejalan dengan semangat KUHP baru, yang mengedepankan pendekatan humanis dan fleksibel.
Ia menekankan pentingnya pengakuan terhadap penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Menurutnya, prinsip diskresi jaksa, voluntary prosecution, serta asas proporsionalitas harus tercermin dalam RKUHAP. "KUHAP baru harus menjadi jembatan antara tujuan pemidanaan dan praktik hukum yang berkeadilan," ujarnya.
Namun, ia menilai draf RKUHAP 2025 masih berpijak pada paradigma lama yang menempatkan pemenjaraan dan upaya paksa sebagai solusi utama.
BACA JUGA:Berobsesi Hadirkan Kampus Negeri, Bupati Pati Merayu Undip Semarang
"Padahal KUHP baru menegaskan bahwa pidana penjara adalah jalan terakhir, sesuai prinsip ultimum remedium," imbuhnya.
Seminar ini juga menghadirkan pakar lain, seperti Dr. Ahmad Sofian yang membahas lemahnya koordinasi dan minimnya checks and balances dalam penyidikan.
Prof. Dr. Rena Yulia mengulas prosedur pelaksanaan pidana dalam RKUHAP.
Dr. Febby M. Nelson menyoroti prospek penyelesaian perkara melalui restorative justice, plea bargaining, dan deferred prosecution agreement (DPA).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: