Anggota Fraksi PDIP Ini Kritisi Rencana Aplikasi MyPertamina, Alasannya Masuk Akal Banget

Anggota Fraksi PDIP Ini Kritisi Rencana Aplikasi MyPertamina, Alasannya Masuk Akal Banget

Paramitha Widya Kusuma-Istimewa-

JAKARTA, (DiswayJateng)-- Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Paramitha Widya Kusuma tidak setuju dengan rencana Pertamina memberlakukan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Pada dasarnya saya tidak setuju dengan segala sesuatu yang membuat rakyat kecil ribet dan susah untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi hak bagi mereka. apalagi menggunakan aplikasi seperti itu pasti banyak yang tidak paham," tegas Paramitha, Kamis (30/6).

Menurut Anggota Komisi VII ini, penggunaan aplikasi tersebut tidak akan berjalan efektif. Sebab akar permasalahan dari penggunaan aplikasi ini ada dua. Pertama, subsidi BBM bisa tidak tepat sasaran karena prosedur yang menyusahkan bagi rakyat kecil.

"Tidak semua rakyat kecil punya android, yang punya pun belum tentu bisa menggunakannya. Saya khawatir mereka yang berhak atas BBM bersubsidi malah tidak menikmatinya," tandas legislator dari Dapil Brebes Tegal tersebut. 

Paramitha mencontohkan program digitalisasi di lebih dari 5.500 SPBU yang tidak sesuai harapan. Padahal digitalisasi itu sudah memakan dana triliyunan rupiah. Kalau saja penerapan dgitalisasi itu dilakukan dengan baik, maka sebenarnya fungsi pengawasan berjalan.

"Menurut saya, ketimbang pakai aplikasi baru, Pertamina harusnya mengoptimalkan penggunaan digitalisasi yang sudah dipasang ketika Dirut Patra Niaga yang lama, Pak Mas’ud Khamid masih menjabat.  Tujuan digitalisasi itu kan sudah jelas agar Pertamina punya data akurat dan transparan. Data penjualan Pertalite, Solar, dan Pertamax sudah ada jadi tidak perlu lagi pakai aplikasi baru untuk beli Pertalite," urai Paramitha.

Akar masalah kedua, lanjut Paramitha, yakni soal lemahanya sistem pengawasan. Menurut dia, soal pengawasan, yang bertanggung jawab adalah BPH Migas, bukan Pertamina. 

Pertamina hanya menjalankan penugasan untuk mengadakan dan menyalurkan BBM bersubsidi hingga ke daerah terpencil. Berarti, selama ini BPH sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan, tidak menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. 

"Yang memutuskan kuota BBM untuk tiap daerah itu kan BPH Migas, ketika mereka sudah bagikan kuotanya, kenapa mereka tidak bisa mengawasi?"

"Sejatinya mereka harus bertuga sesuai tupoksinya. Dari setiap liter BBM yang dibeli konsumen, itu ada fee yang didapat oleh BPH Migas. Berarti selama ini masyarakat selalu bayar fee ke BPH Migas dari tiap liter pembelian BBM tapi kok BPH Migas enak sekali kerjanya, karena berarti fee yang kita bayarkan sia-sia," sambung Paramitha.

Atas permasalahan tersebut, Paramitha menyodorkan solusi. Pertama, Maksimalkan pemanfaatan digitalisasi. Sudah lebih dari 90% SPBU yang dipasangkan alat digitaliasasi di seluruh Indonesia tapi tidak dijalankan dengan baik.

"Jangankan di Jakarta, di Jateng, Jatim, Sumatera itu banyak temuan digitalisasi yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Itu saja dibetulkan pelaksanaannya," kata diam

Solusi kedua, BPH Migas harus bekerja sesuai dengan tupoksi. Sebab kalau aplikasi my Pertamina tersebut gagal lagi dalam menyalurkan BBM bersubsidi kepada yang berhak, pasti yang diserang nanti Pertamina dan Patra Niaga, bukan BPH Migas. Kalau ada kelangkaan juga, pasti yang dibully Pertamina. Padahal BPH Migas yang bertanggung jawab sesuai dengan Undang-undang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: