Mengurai Sampah di Wonosobo: Saatnya Beralih dari Masalah ke Momentum

Mengurai Sampah di Wonosobo: Saatnya Beralih dari Masalah ke Momentum

Dian Sasono Jati--

Oleh : Dian Sasono Jati

SAMPAH Menumpuk di Negeri Sejuk

Kabupaten Wonosobo dikenal karena pesona alamnya, kabut yang turun di lereng Dieng, udara dingin yang memeluk pagi, dan hamparan kebun teh yang menenangkan mata. Namun di balik keindahan itu, tersembunyi ancaman yang semakin nyata gunungan sampah yang terus meninggi.

Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Wonosobo menunjukkan bahwa volume sampah mencapai lebih dari 100 ton per hari, dengan tren meningkat setiap tahunnya. Dari jumlah itu, sebagian besar masih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Wonorejo, yang kini sudah mendekati kapasitas maksimum.

Dalam kondisi hujan lebat, longsoran timbunan sampah pernah terjadi, menciptakan risiko pencemaran air dan udara bagi warga sekitar. Masalah sampah di Wonosobo bukan lagi sekadar isu teknis tentang kebersihan. Ia telah menjelma menjadi masalah sosial, ekonomi, dan tata kelola lingkungan.

Ironisnya, berbagai program sudah berjalan dari bank sampah, TPS-3R, Pusat Daur Ulang (PDU), hingga proyek percontohan Refuse Derived Fuel (RDF) tetapi hasilnya belum optimal.

BACA JUGA: Viral, Pemulung Temukan Jasad Bayi di Tumpukan Sampah Semarang Barat

BACA JUGA: Anggota Komisi I DPRD Kota Tegal Abdul Ghoni Dorong Kolaborasi Penanganan Sampah

Mengapa Program Penanganan Sampah?

belum efektif? Jika ditelusuri lebih dalam, ada beberapa penyebab mengapa berbagai intervensi itu belum membawa perubahan signifikan:

1. Koordinasi Antar Lembaga Belum Kuat

Pengelolaan sampah masih terpusat pada DLH, sementara peran kecamatan, desa, dan sektor swasta belum optimal. Tidak ada mekanisme koordinasi yang rutin antar-OPD, padahal isu sampah menyangkut aspek perencanaan, infrastruktur, hingga pendidikan masyarakat.

2. Partisipasi Masyarakat Belum Menjadi Kekuatan Utama

Banyak warga masih berpikir bahwa urusan sampah adalah tanggung jawab pemerintah. Padahal, konsep Community-Based Solid Waste Management (CBSWM) justru menempatkan masyarakat sebagai motor utama pengelolaan sampah.

3. Keterbatasan Fasilitas dan Pembiayaan

Dari sekitar 265 desa/kelurahan di Wonosobo, baru sebagian kecil yang memiliki TPS-3R aktif dengan kapasitas memadai. Bank sampah memang berkembang, tetapi alur distribusi ke industri daur ulang belum stabil.

BACA JUGA: Program Sedekah Sampah Jadi Berkah untuk Sesama

BACA JUGA: Apresiasi Bantuan Armada Truk Pengangkut Sampah ‎

4. Pemanfaatan Teknologi RDF Belum Maksimal

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: