Digeruduk Warga, BRI Batang Janji 2 Minggu Rampungkan Tuntutan Nasabah

"Kita belum bisa ambil keputusan karena masih akan kita konfrontir antara nasabah dengan petugas," ujarnya, Jumat malam, 9 Mei 2025.

Salman mengklaim pihaknya masih mencari keterangan dan akan menjadwalkan pertemuan ulang.

Z, anak dari korban, membawa serta ibunya yang sudah sepuh dan pengacara untuk mengadukan nasib mereka yang diduga menjadi korban praktik keliru dari lembaga keuangan milik negara itu.

Kronologinya dimulai pada 2019 ketika keluarga Z mengajukan kredit Kupedes sebesar Rp105 juta dengan angsuran Rp2,6 juta per bulan selama lima tahun.

Namun, pandemi COVID-19 membuat usaha ayam porong yang mereka kelola ambruk dan cicilan pun tertunda.

BRI sempat mengabulkan restrukturisasi, menunda cicilan selama dua kali enam bulan, tetapi beban tetap tak kunjung ringan.

Z pun berinisiatif meminta utang Kupedes dialihkan menjadi Kredit Usaha Rakyat (KUR), agar cicilan menurun dan bisa bernapas lega.

Permintaan dikabulkan, dan utang lama dikatakan telah lunas dengan pembayaran dari KUR sebesar Rp100 juta, bahkan sisa lebih Rp7 juta ditransfer ke rekening.

Namun di sinilah masalah bermula: angsuran Kupedes yang seharusnya selesai tetap ditagih tiap bulan.

"Logikanya, kalau sudah dibayar lunas, kenapa masih ditagih? " tegas Z.

Z mengaku sudah berulang kali mendatangi petugas lapangan bank, namun jawabannya selalu mengambang.

Lebih parahnya lagi, pimpinan unit BRI di wilayah itu datang ke rumahnya, bukan membawa solusi, melainkan ancaman.

"Mereka bawa undang-undang korupsi, baca keras-keras di rumah saya, dan mengancam rumah akan disita," jelasnya.

Tak hanya itu, buku tabungan pun tidak pernah mereka terima—hanya dikirim nomor rekening lewat WhatsApp untuk membayar cicilan KUR.

Sumber: