Jepara, diswayjateng.id - Kasus perundungan atau bullying pelajar di lingkungan sekolah di Kabupaten Jepara meroket, naik lebih dari 100 persen. Kondisi itu terjadi selama rentang tahun 2023 hingga 2024.
Data dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyebut bahwa kasus perundungan pelajar di Jepara yang dilaporkan naik dari 285 menjadi 573 kasus.
Kondisi memprihatinkan itu dipaparkan Wakil Bupati Ibnu Hajar, saat menjadi Pembina Upacara Hari Guru Nasional dan HUT Ke-80 PGRI. Seorang pelajar memberikan buket bunga ke Wabup Jepara Hari Guru Nasional dan HUT Ke-80 PGRI di Lapangan Desa Gelang Kecamatan Keling, Selasa (25/11/2025).
Dari jumlah kasus perundungan yang terjadi di sekolah, kata Wabup Hajar, sebanyak 31 persennya adalah perundungan langsung, baik verbal, sosial, maupun fisik.
Bahkan dari studi lain menunjukkan proporsi siswa Indonesia yang berisiko menjadi korban bullying, imbuh Hajar, mencapai 36 persen.
"Saya minta para guru bersama-sama berusaha menjauhkan Jepara dari kasus ini," pinta Wabup Hajar.
Hajar menyebut bahwa guru adalah figur yang paling mampu mendeteksi perubahan perilaku, mengidentifikasi anak yang tertekan dan memberi perlindungan pertama sebelum semuanya terlambat.
Wabup Hajar juga memaparkan munculnya data mengejutkan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Ada fenomena baru yang harus kita waspadai, yakni rekrutmen anak dan remaja oleh jaringan ekstremisme," terang Hajar.
Menurut Hajar, perekrutan jaringan terorisme dilakukan melalui game online, ruang obrolan tertutup dan media sosial. Kondisi tersebut merupakan ancaman global yang mulai menyasar anak usia sekolah.
"Dengan situasi ini, para guru juga harus paham bahwa anak-anak yang aktif di ruang digital tanpa pendampingan, menjadi kelompok paling rentan, " tandasnya.
Pemahaman Literasi Minim
Tak hanya itu, Wabup Hajar juga membongkar data Asesmen Nasional tahun 2024. Data tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 50% siswa jenjang dasar belum mencapai kompetensi minimum literasi.
Sedangkan kebijakan Mendikdasmen RI terkait penerapan pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning), hingga kini baru optimal di sebagian kecil sekolah.
Hajar menilai bahwa mayoritas sekolah masih mengandalkan metode tradisional. Tantangan dalam kedua isu ini adalah kesiapan guru serta mempertegas bahwa peran guru sebagai motor transformasi pembelajaran tidak dapat ditunda.