Jaga Warisan Budaya Dunia, Remaja Kudus Didoktrin Cara Membatik Tulis

Jaga Warisan Budaya Dunia, Remaja Kudus Didoktrin Cara Membatik Tulis

Pelestarian batik tulis dilakukan seniman di Kampung Budaya Piji Wetan Kudus-arief pramono/diswayjateng.id-

KUDUS, diswayjateng.id- Berbagai upaya pelestarian batik dan mengembalikan esensi batik tulis sebagai warisan budaya dunia, kini terus dilakukan sejumlah seniman di Kota Kudus. Salah satunya melalui workshop membatik yang melibatkan anak-anak muda dan warga di Kota Kretek.  

Aksi nyata pelestarian batik tulis ini dilakukan sejumlah seniman yang bernaung di Kampung Budaya Piji Wetan Kudus. Workshop membatik bertempat di Panggung Ngepringan Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jumat (11/4/2025).

Workshop ini merupakan kolaborasi warga dengan seniman Residensi Tapangeli, dalam mengembalikan esensi membatik tulis. Melibatkan seniman batik asal Lasem, Divasio Putra Suryawan, 20an peserta sibuk membuat pola hingga mencanting dengan lilin malam yang dipanaskan.

Masing-masing peserta membuat pola-pola batik yang berbeda dengan satu tema. Yakni  menuangkan harapan dan ingatan terhadap kebudayaan di Muria di atas selembar kain putih.

Hasil workshop membatik tulis disertakan dalam Pameran Instalasi Residensi Tapangeli Kampung Budaya Piji Wetan pada 21-27 Aprjl 2025 mendatang.

Keseruan membatik tulis ini turut dirasakan salah satu peserta, Candra Asih (20).  Remaja putri asal Jepara ini baru pertama kali memegang canting. Ia tak mengira bahwa proses membatik ternyata sangat sulit.

"Saya ikut workshop ini ingin tahu rasanya membatik, ternyata sulit, jadi kita bisa lebih menghargai karya batik," ujar Candra yang akrab disapa Caca.

Di lain sisi, Seniman Residensi Tapangeli, Divasio Putra Suryawan menyebut bahwa kolaborasi workshop ini untuk memantik ingatan terhadap kebudayaan di Muria. 

Ia ingin mengajak warga untuk mengembalikan esensi kebudayaan Pegunungan Muria melalui membatik.

"Sekarang banyak eksploitasi atas nama budaya, seperti printing yang seharusnya tidak disebut batik," tukas Divo.

Divo, begitu seniman muda asal Rembang itu akrab disapa, mengatakan bahwa batik sudah menjadi warisan budaya yang sudah diakui UNESCO sejak 2009. 

Batik sendiri didefinisikan sebagai sebuah karya yang dihasilkan dari proses mencanting atau cap menggunakan lilin malam panas di atas kain.

"Semakin ke sini, banyak ketidakjujuran yang mengatasnamakan batik dengan kepentingan pribadi," ungkap Divo. 

Agenda workshop ini diharapkan memberikan gambaran landscape kebudayaan yang ada di Lereng Muria baik kebudayaan lisan, benda maupun arsitektur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: