Hak Jawab Berita "Tradisi Sungkeman Pangabekten, Keraton Surakarta Teguhkan Nilai Adat dan Spirit Lebaran"

HAK JAWAB – Redaksi Disway Jateng menerima permohonan Hak Jawab terkait pemberitaan "Tradisi Sungkeman Pangabekten, Keraton Surakarta Teguhkan Nilai Adat dan Spirit Lebaran". --ISTIMEWA
SOLO, diswayjateng.id - Sehubungan dengan pemberitaan yang dimuat media Disway Jateng (jateng.disway.id) pada Minggu, 6 April 2025, pukul 22:12 WIB, berjudul "Tradisi Sungkeman Pangabekten, Keraton Surakarta Teguhkan Nilai Adat dan Spirit Lebaran" (Link:Tradisi Sungkeman Pangabekten, Keraton Surakarta Teguhkan Nilai Adat dan Spirit Lebaran) kami dari Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Surakarta Hadiningrat dengan ini menyamipak Hak Jawan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik (Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006).
Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat Dra. G.R.Ay. Koes Moertiyah Wandansari, MPd menyatakan [emberitaan tersebut meski meliput kegiatan tradisi Karaton, namun memuat beberapa informasi mengenai penyebutan gelar dan jabatan di lingkungan Karaton Surakarta Hadiningrat yang dipandang tidak akurat dan tidak sesuai fakta hukum yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Fakta hukum yang simaksud adalah Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1950/Pdt/2020 dan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung RI Nomor 1006/PK/Pdt/2022, yang eksekusinya telah dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 8 Agustus 2024.
Ada pun poin-poin dalam pemberitaan tersebut yang perlu diluruskan dan diklarifikasi berdasarkan fakta hukum yang berlaku adalah mengenai penyebutan "Permaisuri GKR Pakoe Boewono". Dalam pemberitaan menyebutkan kehadiran "...Sri Susuhunan Pakoe Boewono XIII beserta Permaisuri GKR Pakoe Boewono..." dan menyebutkan Permaisuri mengawali urutan sungkeman serta menerima pangabekti Abdi Dalem.
Klarifikasinya, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI yang telah final dan mengikat, tindakan ISKS Paku Buwono XIII dalam menerbitkan surat keputusan baru setelah SK Mendagri Nomor 430-2933 Tahun 2017, termasuk keputusan pengangkatan Permaisuri pada tahun 2022, merupakan perbuatan melawan hukum dan telah dibatalkan.
Dengan demikian, pengangkatan K.R.Ay. Asih Winarni sebagai Permaisuri dengan gelar Gusti Kanjeng Ratu Pakubuwono (GKR Pakoe Boewono) adalah tidak sah menurut hukum dan tidak memiliki dasar hukum. Penyebutan gelar dan jabatan tersebut dalam berita adalah tidak akurat dan mengabaikan fakta hukum yang sah.
Selain itu mengenai penyebutan "Putra Mahkota KGPAA Hamengkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram". Pemberitaan menyebutkan kehadiran "Putra Mahkota KGPAA Hamengkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram" dan menyebutkan yang bersangkutan melakukan sungkem setelah permaisuri.
Klarifikasinya: sama halnya dengan poin 1, pengangkatan KGPH. Purboyo sebagai Putra Mahkota dengan gelar tersebut adalah bagian dari keputusan ISKS Paku Buwono XIII yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung RI.
Oleh karena itu, pengangkatan dan penyebutan gelar serta jabatan tersebut tidak sah menurut hukum dan tidak memiliki dasar hukum. Pemberitaan yang menyebutkan jabatan ini sebagai fakta adalah keliru.
Lalu, mengenai penyebutan dan peran "Pengageng Parentah Keraton KGPH Drs. Dipokusumo". Dalam pemberitaan mengidentifikasi kehadiran "Pengageng Parentah Keraton KGPH Drs. Dipokusumo" dan mengutip pernyataannya ("Menurut KGPH Dipokusumo...") dalam kapasitas jabatan tersebut untuk menjelaskan makna acara.
Klarifikasinya, Kelembagaan Parentah yang menjadi dasar jabatan tersebut, yang dibentuk berdasarkan SK Mendagri, telah secara hukum dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung RI. Akibatnya, penggunaan jabatan "Pengageng Parentah Karaton Surakarta" oleh KGPH Drs. Dipokusumo tidak lagi memiliki dasar hukum yang sah. Ia tidak memiliki wewenang formal untuk bertindak atau memberikan pernyataan resmi atas nama Karaton Surakarta Hadiningrat dalam kapasitas jabatan tersebut. Penyebutan jabatan dan pengutipan beliau dalam kapasitas itu sebagai sumber resmi Karaton adalah tidak tepat dan mengabaikan putusan hukum.
LDA sangat menyayangkan pemberitaan yang tidak cermat dalam memverifikasi fakta hukum terkait penyebutan gelar dan jabatan di Karaton Surakarta Hadiningrat. Hal ini dapat menyesatkan publik dan tidak menghormati putusan lembaga peradilan tertinggi yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 5 Ayat 2 dan 3 UU Pers serta Kode Etik Jurnalistik, LDA meminta agar Redaksi Disway Jateng dapat memuat Hak Jawab secara utuh, proporsional, tanpa suntingan yang mengubah substansi, pada kesempatan pertama penerbitan/penayangan berikutnya, sebagai pemenuhan hak kami untuk meluruskan informasi.
Kemudian segera merevisi isi pemberitaan tersebut (Link:Tradisi Sungkeman Pangabekten, Keraton Surakarta Teguhkan Nilai Adat dan Spirit Lebaran), khususnya pada penyebutan jabatan atau gelar yang tidak sesuai dengan putusan hukum yang berlaku (yaitu penyebutan "Permaisuri GKR Pakoe Boewono", "Putra Mahkota KGPAA Hamengkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram", dan "Pengageng Parentah Keraton KGPH Drs. Dipokusumo").
Menerbitkan klarifikasi dan/atau ralat atas kesalahan penyebutan dalam pemberitaan dimaksud secara terpisah dan jelas, sebagai bentuk tanggung jawab jurnalistik terhadap prinsip akurasi informasi dan kepatuhan terhadap hukum pers, untuk memastikan pembaca mendapatkan informasi yang benar dan sesuai fakta hukum yang berlaku.
Kami berharap kerja sama yang baik dari Redaksi Disway Jateng untuk menjunjung tinggi prinsip akurasi, keberimbangan dan penghormatan terhadap fakta hukum dalam pemberitaan, demi kepentingan publik untuk mendapatkan informasi yang benar dan dapat dipercaya.
Demikian Hak Jawab ini telah disampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, diucapkan terima kasih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: