LDA Klarifikasi Penyebutan Gelar dan Jabatan dalam Acara Sungkeman Pangabekten Keraton Solo

Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Surakarta Hadiningrat memberikan klarifikasi resmi terkait penyebutan gelar dan jabatan sejumlah tokoh dalam acara Sungkeman Pangabekten Keraton Solo yang digelar pada Minggu 6 April 2025-Istimewa-
SOLO, diswayjateng.id -- Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Surakarta Hadiningrat memberikan klarifikasi resmi terkait penyebutan gelar dan jabatan sejumlah tokoh dalam acara Sungkeman Pangabekten Keraton Solo.
Acara Sungkeman Pangabekten Keraton Solo digelar pada Minggu 6 April 2025, bertepatan dengan Hari Raya Idulfitri 1446 H.
Klarifikasi ini disampaikan oleh Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Karaton Solo Hadiningrat, KPH Eddy Wirabhumi, menyusul adanya pemberitaan yang dinilai tidak akurat.
Menurut LDA, beberapa penyebutan gelar dan jabatan dalam pemberitaan media dinilai tidak sesuai dengan struktur hukum dan adat yang berlaku di lingkungan Karaton Surakarta Hadiningrat.
BACA JUGA:Volume Kendaraan Meningalkan Semarang Menuju Solo Meningkat 48,52%
BACA JUGA:Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin Digugat Warga Solo soal Mobil Esemka
Oleh karena itu, lembaga adat ini merasa perlu memberikan hak jawab demi meluruskan informasi kepada publik.
Salah satu poin yang diluruskan LDA adalah penyebutan gelar “Permaisuri Kraton Surakarta, GKR Pakoe Boewono” yang diberikan kepada istri PB XIII dalam berita tersebut.
KPH Eddy Wirabhumi menegaskan penyebutan tersebut tidak sesuai dengan ketetapan hukum.
“Gelar yang sah untuk istri dari PB XIII adalah KRAy. Asih Winarni, bukan GKR Pakoe Boewono. Hal ini sudah ditegaskan melalui putusan Mahkamah Agung RI yang membatalkan gelar GKR Pakoe Boewono,” ujar Eddy dalam keterangan persnya.
BACA JUGA:Kasus Mobil Esemka Masih dalam Proses Penelaahan Tim Hukum Jokowi
BACA JUGA:Program Pemutihan Pajak Kendaraan, Samsat Solo Diserbu warga
LDA juga menyoroti penyebutan gelar “Putra Mahkota, KGPAA Hamengkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram” dalam pemberitaan tersebut.
Menurut Eddy, gelar tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan seharusnya tidak digunakan secara resmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: