Banyak Emak-emak Komplain PPDB, Pimpinan DPRD Kabupaten Tegal Bilang Begini

Banyak Emak-emak Komplain PPDB, Pimpinan DPRD Kabupaten Tegal Bilang Begini

KETERANGAN - Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tegal dari Fraksi PDI Perjuangan KRT Sugono Adinagoro memberikan keterangan.Foto:Yeri Noveli/diswayjateng.disway.id--

DISWAYJATENG, SLAWI - Tidak sedikit emak-emak yang komplain soal sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMK Negeri di Kabupaten Tegal. Utamanya emak-emak di wilayah Kecamatan Margasari dan Balapulang.

Kendati di dua kecamatan tersebut sudah difasilitasi SMA Negeri, tapi masih banyak siswa yang tidak terakomodir di sekolah tersebut. Hal itu imbas dari sistem zonasi.

Kondisi demikian mendapat sorotan dari Pimpinan DPRD Kabupaten Tegal, KRT Sugono Adinagoro.

BACA JUGA:DPRD Kabupaten Tegal Desak Pembangunan Dipercepat

Menurut politisi PDI Perjuangan ini, sistem zonasi itu justru membuat bingung para orang tua siswa. Sebab banyak siswa yang tidak lolos masuk ke sekolah negeri.

"Banyak orang tua siswa yang mengadu ke saya, semuanya mengeluhkan sistem zonasi," kata Sugono.

Dirinya tak menampik, di wilayah Margasari memang sudah ada SMA Negeri 1 Margasari. Begitu pula di Balapulang, juga sudah ada SMA Negeri. Namun demikian, banyak siswa di dua kecamatan itu tidak tertampung. 

Seperti di Margasari, hanya sekitar 3 desa yang terakomodir. Padahal, di Margasari terdapat 13 desa. 

BACA JUGA:Disperintransnaker Fasilitasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri

Kondisi yang sama juga dialami peserta didik di wilayah Kecamatan Balapulang. Kabarnya, yang bisa terakomodir hanya sekitar 10 desa dari 20 desa.

"Sistem zonasi ini malah jadi kacau. Banyak peserta didik di dua wilayah itu yang tidak lolos. Alasannya karena zonasi," kata Sugono.

Menurutnya, jika mereka tidak terakomidir, tentunya tidak bisa melanjutkan sekolah. Karena untuk sekolah di swasta biayanya mahal. Sementara di dua kecamatan itu, banyak masyarakat tidak mampu.

BACA JUGA:Ambil Bagian di Puncak Peringatan Hari Koperasi Tingkat Jawa Tengah

"Kalau putus sekolah, mereka hanya punya ijazah SMP. Sedangkan untuk mencari pekerjaan di pabrik, minimal ijazahnya SMA. Ini sama saja program Ayo Sekolah Maning dan program menuntaskan angka pengangguran tidak berjalan dengan baik," cetusnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: