8 Makna Ritual Kepungan, Sebuah Tradisi Unik Masyarakat Purworejo

8 Makna Ritual Kepungan, Sebuah Tradisi Unik Masyarakat Purworejo

Tardisi unik masyarakat Purworejo-Berita DIY-

DISWAYJATENG - Ada sebuah tradisi unik masyarakat Purworejo yang masih dilestarikan hingga saat ini. Terletak di Di Desa Kenteng Rejo, Kecamatan Purworejo, Jawa Tengah. Sebelum datangnya bulan Ramadhan, Mereka justru berkumpul bersama untuk melakukan sebuah ritual yang dikenal dengan nama "kepungan".

Ritual kepungan ini merupakan tradisi unik masyarakat Purworejo yang dilakukan menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Dalam ritual ini, para kaum pria berkumpul di sebuah tempat terbuka, seperti halaman masjid atau lapangan desa, sambil menunggu kedatangan kaum perempuan.

Tradisi unik masyarakat Purworejo yang diberi nama kepungan ini sudah berlangsung sejak lama. Selain saling bermaafan, ritual ini juga memiliki simbol untuk menjaga tali silaturahmi atau mempererat tali persaudaraan antar lingkungan Desa Kenteng Rejo.

Menarik kan? mari kita bahas tradisi unik masyarakat Purworejo ini, mulai dari makanan tradisi kepungan, hingga makna apa saja yang terkandung dalam ritual kepungan. Simak penjelasannya di bawah ini.

BACA JUGA:Keunikan Tradisi Masyarakat di Cilacap Pesisir Laut, Berikut 9 Fakta Menarik Tentang Sedekah Laut

1. Ancak Dit: Makanan Khas Tradisi Kepungan

Tak lama kemudian, para kaum perempuan datang membawa makanan yang disebut "ancak Dit". Ancak Dit merupakan sebuah tampah atau wadah yang berisi berbagai jenis makanan khas daerah setempat, seperti kue apem, buah pisang, nasi golong, dan nasi ayam rasul.

2. Makna Simbolis dalam Setiap Sajian

Setiap jenis makanan yang disajikan dalam ancak Dit memiliki makna simbolis tersendiri. Misalnya, kue apem melambangkan kebahagiaan, buah pisang melambangkan kesuburan, nasi golong melambangkan persatuan, dan nasi ayam rasul melambangkan ketulusan hati.

BACA JUGA:10 Fakta Menarik Kampung Suku Adat Jawa Kuno, Salah Satunya Tradisi Unik Masyarakat di Banyumas

3. Doa Keselamatan dan Permohonan Maaf

Setelah ancak Dit dihidangkan, para kaum pria dan perempuan bersama-sama melakukan ritual doa keselamatan dan permohonan maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada leluhur yang telah meninggal dunia. Ritual ini dilakukan dengan khidmat dan penuh kekhusyukan.

4. Tradisi Turun-Temurun Masyarakat Pesisir

Tradisi kepungan ini telah dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakat pesisir selatan Purworejo selama ratusan tahun. Tradisi ini menjadi warisan budaya yang sangat berharga dan menjadi identitas khas masyarakat setempat.

5. Momen Mempererat Tali Persaudaraan

Selain sebagai ritual keagamaan, tradisi kepungan juga menjadi momen untuk mempererat tali persaudaraan di antara warga desa. Dalam suasana yang penuh kebersamaan, mereka saling bertukar cerita dan melepas rindu dengan kerabat dan tetangga.

BACA JUGA:Tradisi Sinoman Masyarakat Jawa, Intip Berikut Ini Keunikan dan Ciri Khasnya

6. Pelestarian Budaya di Tengah Modernisasi

Di tengah derasnya arus modernisasi, masyarakat Desa Kenteng Rejo tetap melestarikan tradisi kepungan ini. Mereka meyakini bahwa dengan menjaga tradisi leluhur, mereka juga turut melestarikan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang beragam.

7. Pelajaran Berharga dari Tradisi Kepungan

Tradisi kepungan tidak hanya sekadar ritual belaka, tetapi juga mengandung pelajaran berharga bagi generasi muda. Tradisi ini mengajarkan tentang pentingnya bersyukur, memohon ampun, serta menjaga tali silaturahmi dan persaudaraan di antara sesama.

8. Menjaga Warisan Budaya untuk Masa Depan

Dengan terus melestarikan tradisi kepungan, masyarakat Desa Kenteng Rejo berharap agar warisan budaya ini dapat terus dilestarikan dan diajarkan kepada generasi mendatang. Mereka ingin agar kekayaan budaya Indonesia yang begitu beragam dapat terus dijaga dan dinikmati oleh anak cucu mereka di masa depan.

Tradisi unik masyarakat Purworejo di Desa Kenteng Rejo merupakan representasi dari kekayaan budaya Indonesia yang begitu beragam. Tradisi kepungan ini tidak hanya menjadi sarana untuk menyambut bulan suci Ramadhan, tetapi juga menjadi media untuk mempererat tali persaudaraan, menghormati leluhur, dan menjaga warisan budaya untuk generasi mendatang(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: