Vivo 1000
Catatan DIS'Way Jateng --
Ternyata tidak. Lebih hemat kalau Anda mengatakan ingin membeli bensin berapa rupiah. Bukan ingin membeli bensin berapa liter.
"Kalau saya pakai liter pilihannya terbatas, 1 liter, 2 liter atau 3 liter. Tiga+liter adalah kapasitas maksimal tangki bensin motor saya. Belum pernah saya lihat (gak tahu juga apa bisa) orang pesan 1.5 liter atau 2,75 liter. Ini contohnya. Pilihannya cuma bulat 1,2, 3 itu saja," tulisnya di Medsos. Ia mengaku bernama Roland Ruben. Ia bekerja sebagai tukang Gojek sejak 2015.
"Katakanlah seliter Pertalite Rp 7.650. Padahal saya hanya butuh sekitar 1.5 liter. Saya gak pernah bilang isi bensin Pertalite 1.5 liter. Paling mudah cukup bilang beli Pertalite Rp 10rb," katanya.
"Lagipula kebanyakan petugas yang saya saksikan di SPBU lebih suka kita beli dengan nominal. Gimana loe cuman punya duit selembar 10 ribuan. Masak loe beli seliter, rempong cari kembaliannya. Mending di-fix-kan jadi 10 ribu saja dah," tambahnya.
Begitulah orang kecil memperhitungkan cara berhemat. Lima ratus rupiah pun diperhitungkan. Bahkan ada yang ingin menghemat lewat pilihan ini: pilih isi sampai penuh atau tidak.
Ada yang benar-benar menghindari kata-kata "isi penuh". Itu bikin boros.
"Saya kurang suka kalau isi full tank. Alasan saya saat tank sudah hampir penuh, Si petugas akan memencet-mencet berkali-kali nozzle-nya. Saya pernah perhatikan saat ngisi untuk motor, sekali "crott" (maaf saya nggak menemukan kata yang lebih baik), di indikatornya bisa naik 1.000 rupiah. Padahal paling setengah gelas aja nggak. Udah gitu sering banget bensinya meluap ke mana-mana, karena dipaksain harus penuh tankinya," tulis Alodie Orella dari Yogyakarta.
Anda mungkin bisa bermandi BBM. Pun sampai berenang di dalamnya. Tapi pembicaraan menghemat BBM di medsos seperti itu luar biasa banyaknya. Mereka sedih BBM kian mahal. Tapi hanya itu yang bisa mereka lakukan. Cari cara berhemat sampai memikirkan sekali crot itu dampaknya seperti apa.
Rupanya ada satu pompa bensin yang peka terhadap isu hemat seperti itu. Di saat Pertamina menaikkan harga BBM di stasiunnya, stasiun bensin satu ini justru menurunkannya: SPBU Vivo. Adanya di Jakarta selatan. Baru satu itu. Milik asing. Milik perusahaan Swiss. Bekerja sama dengan perusahaan Inggris.
Vivo memang lambat berkembang di Indonesia. Dua tahun lalu Vivo sudah bikin kejutan yang sama. Ketika terjadi kenaikan harga BBM, kala itu, Vivo menurunkannya. Setelah itu Vivo justru tutup. Pemerintah menganggap Vivo masih ilegal. Belum melengkapi izin-izinnya.
Setelah izin itu beres Vivo buka lagi. Baru satu di Jakarta selatan itu. Dan kini Vivo bikin kejutan pula. Harga Revo89, produk Vivo yang setara dengan Pertalite, justru turun jadi Rp 8.900. Padahal Pertalite-nya Pertamina naik menjadi Rp 10.000/liter.
Heboh.
Bagaimana bisa.
Rupanya induk perusahaan Vivo memang punya strategi khusus. Yakni menyasar konsumen miskin. Lihatlah fokus operasi Vivo di dunia: Vivo menguasai pompa bensin di seluruh negara Afrika. Vivo punya 2.400 lebih pompa bensin di 23 negara di Afrika.
Tentu banyak juga yang mempersoalkan kualitas Revo89. Mungkin saja tidak sebagus Pertalite. Level RON-nya bisa sama-sama 89, tapi siapa tahu ada unsur tertentu yang membuat beda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: