PEMALANG, diswayjateng.id - Sering kali pemerintah daerah mengumumkan kebijakan baru, masyarakat berharap ada angin segar. Namun yang disuguhkan justru mengundang badai. Bukan badai hujan, melainkan badai aturan, pungutan, dan prosedur yang menguras tenaga, pikiran, dan kantong rakyat.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Yayasan Institut Agama Islam Pemalang Heriyanto terkait hasil pengamatan dan kajian akademisnya dalam menilai kebijakan pemerintah daerah, kemarin.
Kebijakan pemerintah yang diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru sebaliknya. Bahkan yang mestinya dapat membebaskan warganya untuk berkreasi, namun banyak kebijakan yang malah membingungkan.
Seperti pelaku usaha kecil harus berjibaku mengurus izin yang berubah-ubah. Petani dipusingkan oleh program bantuan yang datang dengan syarat rumit dan data yang sering kali tidak akurat.
BACA JUGA:UMKM Demo Tolak Kebijakan Pembatalan Kendaraan Berat Melintas Pantura Kabupaten Pemalang
Termasuk warga kota pun tak luput dalam himpitan retribusi parkir, pajak daerah, hingga denda yang datang tanpa peringatan.
"Ironisnya, semua ini dibungkus rapi dengan jargon, demi pembangunan daerah. Padahal yang dibangun sering kali hanya gedung megah, bukan kesejahteraan. Tapi yang diperkuat justru birokrasi, tidak dengan ekonomi rakyat,"katanya.
Heriyanto lebih mengatakan masyarakat sekarang seolah sedang diperas energinya untuk menopang mesin kebijakan yang boros dan tidak efisien. Mereka berlari, tapi di atas mesin treadmill keringat bercucuran, namun tidak pernah maju.
Oleh karena itu, Heriyanto memandang bahwa sekarang ini sudah saatnya pemerintah daerah berhenti membuat kebijakan dari balik meja dan mulai melihat dari mata warga yang tergilas dampaknya.
BACA JUGA:Tak Dukung Kebijakan Bupati Pati, Sudewo Ancam Pecat Kades
Dengarkan keluh kesah mereka, libatkan mereka sejak awal, dan ciptakan aturan yang memudahkan, bukan memeras.
Karena energi rakyat bukanlah sumber daya yang bisa dipakai sesuka hati. Sekali habis, yang tersisa hanyalah keletihan massaldan itu adalah awal dari runtuhnya kepercayaan.
Ongkos politik memang mahal, oleh sebab itu, beragam aturan dan pembangunan tidaj tepat sasaran sering jadi alasan.
"Tentu semua sudah menjadi rahasia umum karena Bohir sudah menunggu jatah kapan balikin modal. Masyarakat harus berani hentikan politik buta hanya karena rupiah musiman yang membawa kesengsaraan berkepanjangan,"paparnya.