
KUDUS, diswayjateng.id- Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) yang menyeret sejumlah pejabat di Kabupaten Kudus, kini memasuki babak baru. Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus resmi melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
Pelimpahan berkas dilakukan secara digital oleh Kejari Kudus pada Kamis malam (10/4/2025), melalui sistem peradilan elektronik. Sedangkan pelimpahan dokumen fisik ke Pengadilan Tipikor, dilakukan pada Jumat (11/4/2025).
“Saat ini, terdakwa masih ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Kudus,” ujar Kajari Kudus Henriyadi W Putro kepada wartawan kemarin.
Henriyadi mengatakan, Kejari Kudus telah menyiapkan lima Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memperkuat dakwaan dalam persidangan perkara itu.
BACA JUGA:Kudus Torehkan Sejarah Perfilman, Gelar FFAB 2025 Tingkat Nasional
BACA JUGA:Tuntut Keadilan Pembagian Fiskal, Samani: Kudus Sumbang Rp43 Trilun dan Minta Balik Rp1 Triliun
Namun hingga berita ini diturunkan, jadwal resmi sidang belum tercantum di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Semarang.
Untuk diketahui, perkara dugaan korupsi ini menyeret empat tersangka. Mereka adalah Rini Kartika Hadi Ahmawati (RKHA), Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan UKM Kabupaten Kudus, serta Sukristianto, seorang kontraktor yang terlibat langsung dalam proyek tersebut.
Dua nama lainnya yakni Henny S. sebagai konsultan perencana, dan Adi P., yang menjabat sebagai pelaksana proyek.
Kasus korupsi terbongkar dari pelaksanaan proyek pembangunan SIHT tahun 2023. Yakni pada pekerjaan tanah uruk seluas 43.223 meter persegi di kantor Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, dan UKM Kudus.
Proyek ini dikerjakan melalui sistem e-katalog dengan kontrak senilai Rp9,16 miliar. Didalamnya menggunakan harga satuan Rp212 ribu per meter persegi.
Namun dalam pelaksanaannya, pemenang tender CV Karya Nadika, ternyata memborongkan pekerjaan kepada pihak ketiga dengan nilai kontrak lebih rendah, yakni Rp4,04 miliar (harga satuan Rp93.500).
Tak berhenti di situ, pekerjaan tersebut kembali dialihkan kepada rekanan lainnya dengan nilai Rp3,11 miliar (harga satuan Rp72.000).
Dari hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp5,25 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider, mereka juga dikenai Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor dengan pasal jo. yang sama dalam KUHP.