Telaah Kritis Hari Jadi Tegal

Selasa 14-05-2024,21:51 WIB
Reporter : Agus mutaalimin
Editor : Laela Nurchayati

DISWAY JATENG Tegal - Perubahan dalam cara-cara penulisan sejarah terjadi mulai abad ke-17. Suasana budaya yang berciri perkembangan ilmu pengetahuan alam serta sikap intelektual yang kritis muncul di kalangan penulis sejarah.

Seorang sarjana Prancis, Jean Mabillo, dipandang sebagai peletak dasar ilmu sejarah yang disebut diplomatika- sesuai judul buku yang ditulisnya, De re diplomatica (1681). Para sejarawan mulai menemukan berbagai cara untuk mengkaji dokumen atau sumber sejarah secara kritis sehingga dapat menghasilkan penulisan sejarah yang mendekati kebenaran.

Selain itu, sejarawan Leopold von Ranke (1795-1815), memperkenalkan prinsip seleksi kritis atas data sejarah untuk menetapkan fakta berdasarkan pedoman wie es eigentlich gewesen , sejarah sebagaimana sesungguhnya terjadi (Barnes, 1963). 

Kini ada perbedaan antara sejarah dan babad, sejarah adalah produk ilmu pengetahuan dengan pembenaran sepenuhnya dengan metode ilmiah sedangkan babad adalah produk kebudayaan sehingga tidak dihasilkan dari metode ilmiah.

BACA JUGA:Buku Sejarah Masjid Agung Kota Tegal Resmi Diluncurkan

Dalam Babad Banyak ditemukan naskah-naskah itu berasosiasi dengan “masa klasik” kerajaan tempo dulu, termasuk didalamnya customs , folklor, bahkan   sihir dan mitos . Dalam sejarah, penggolongan sumber sejarah  diperluas dengan memasukkan kronikel, catatan harian, dokumen keluarga, memoar, arsip/dokumen resmi.

Bila sumber sejarah masih buntu maka babad dapat diambil sebagai sumber kedua (sekunder) dengan catatan tidak ada pertentangan antar Babad yang digunakan sebagai sumber. Minimal Babad tersebut adalah dokumen resmi pemerintah dijaman berlakunya peristiwa tersebut. Bukan cerita leluhur yang kemudian ditulis di era sekarang dan dijadikan sumber sejarah. 

Peneliti awal sejarah Jawa, H.J. De Graaf misalnya, membuktikan bahwa “hanya” dengan mempelajari sumber-sumber tradisional seperti babad (tentu saja ditambah sumber-sumber lain), ia berhasil menampilkan aspek-aspek sejarah Jawa secara rinci.

Sebagai orang Belanda, ia berguru kepada filolog Jawa R.M. Ngabehi Poerbatjaraka untuk “menaklukkan” berbagai kesulitan dalam menghadapi sumber-sumber tradisional, terutama dari segi bahasanya. Hasilnya, antara lain sejarah Mataram yang lengkap – dari muncul, berkembang sampai runtuhnya kerajaan itu (lihat De regering van Panembahan Senapati Ingalaga [1954],De regering van Sultan Agung[1958],  De regering van Sunan Mangku–Rat I Tegal-Wangi, 2 jilid [1961, 1962], dan  karya-karya lainnya). 

Studi H.J. de Graaf tersebut dapat digolongkan sebagai tipikal sejarah konvensional  yang menentukan pada peristiwa-peristiwa penting tingkat elite, sementara aspek sosial yang lebih luas tidak mendapatkan perhatian sewajarnya. Meskipun demikian, hasil jerih payah de Graaf sepanjang puluhan tahun itu dipandang sebagai landasan yang kokoh bagi studi ilmiah tentang sejarah Jawa dalam masa abad ke-16/18.

Menurut sejarawan M.C. Ricklefs, yang pernah menjadi murid de Graaf, arti penting karya-karya gurunya itu terletak pada kepeloporannya untuk menyusun suatu dasar kisah sejarah serta menyediakan rujukan sumber-sumber bagi yang akan mengikuti jejaknya(1989:xvi). Di kemudian hari, Ricklefs sendiri menunjukkan keandalannya untuk melanjutkan upaya de Graaf dalam menyusun rekonstruksi sejarah Jawa berdasarkan sumber-sumber yang tergolong langka.

BACA JUGA:Sejarah Pemalang Ditampilkan dalam Drama

Tiga karya utamanya (lihat Jogjakarta under Sultan  1749-92 [1974], War, Culture and Economy in Java 1677-1726 [1993], dan The Seen and Unseen Worlds in Java 1726-1749 [1998]) merupakan trilogi yang komprehensif untuk melihat perkembangan sejarah Jawa, khususnya di seputar lingkaran keraton, kurun abad ke-17/18.

Dalam studinya itu, Ricklefs mendemonstrasikan kepiawaiannya mengolah dan menganalisis sumber-sumber lokal secara intensif – di samping jenis sumber-sumber lain tentunya. Agak berbeda dengan de Graaf yang lebih menekankan kajiannya pada aras elite dengan konsentrasi pada aspek politik dan militer, maka perhatian Ricklefs meluas pada aspek-aspek lainnya.

Secara ringkas, studi Ricklefs melukiskan dinamika masyarakat Jawa sekitar keraton dan interaksinya dengan kekuatan asing (Barat) yang muncul kemudian Interelasinya mencakup perang atau militer dan politik, ekonomi, budaya, sastra  serta agama. Aspek agama (Islam) bahkan ditunjukkan sebagai upaya orang Jawa untuk menemukan identitasnya di tengah himpitan kekuasaan asing–yakni VOC. 

Kategori :