DISWAY JATENG - Usai pendemi Covid-19 dinyatakan berubah nmenjadi endemi, arus wisatawan ke Pulau Dewata, Bali, mulai menggeliat. Sayangnya ketiadaan jembatan penghubung Jawa Bali, menyebabkan arus pengunjung hanya bisa lewat laut dan udara.
Padahal apabila ada jembatan penghubung Jawa Bali, baik wisatawan lokal maupun mancanegara bisa lebih banyak lagi pergerakannya. Karena mereka bisa memanfaatkan moda transportasi darat, yang bisa lebih banyak dan leluasa mobilitasnya.
Sebenarnya wacana pembangunan jembatan penghubung Jawa Bali sudah mulai mengemuka sejak tahun 1960 silam. Ide tersebut terungkap dari Prof. Sedyatmo dari Institut Teknologi Bandung (ITB), namun ditolak.
Namun ide pembangunan jembatan penghubung Jawa Bali langsung mendapat penolakan dari warga Pulau Bali. Padahal jarak yang paling pendek antara keduanya, hanya sekitar 5 kilometer.
Dihimpun dari sejumlah sumber, banyak sekali alasan mengapa pembangunannya tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun. Padahal jika sudah terbangun, jembatan diyakini akan kian memudahkan konektivitas kedua pulau.
BACA JUGA: Jembatan Sungai Erang Cilongok Kabupaten Tegal Longsor, Terancam Putus
Sehingga jalur ekonomi maupun pergerakan wisatawan lokal maupun mancanegara bisa lebih dinamis melalui jalur darat, selain udara. Itulah sebabnya tak sedikit orang yang kemudian membanding-bandingkan dengan pembuatan Jembatan Suramadu.
Jembatan Suramadu sendiri merupakan sarana penghubung antara Surabaya dengan Madura. Jarak Pulau Jawa dengan Pulau Madura sekitar 4,35 kilometer, atau lebih pendek 0,5 kilometer dibandingan jarak antara Pulau Jawa dan Bali.
Pembangunan jembatan penghubung Jawa-Bali ditolak
Sedikitnya terdapat tiga alasan yang berkembang di lingkungan masyarakat Pulau Dewata, terkait penolakan pembangunan jembatan di Selat Bali tersebut. Ketiga alasan itu terbagi menjadi faktor agama dan budaya, geografis, dan ketentuan Pemerintah Bali.
Masyarakat Bali memang terkenal sangat teguh memegang erat pesan dari leluhurnya hingga saat ini. Masyarakat di Pulau Dewata mempercayai jika Pulau Jawa dan Bali memang sejatinya ditakdirkan untuk terpisah.
Jika Jawa dan Bali terhubung, maka budaya Bali akan rusak. Keyakinan tersebut merupakan sebuah legenda yang sudah diyakini oleh masyarakat Bali yang masih memegang teguh kebudayaan lokal setempat.
BACA JUGA: Jembatan Suramadu Surabaya: Wisata Seru di Ikon Kebanggaan Kota Pahlawan, Simak 7 Kegiatan Serunya!
Selain perihal keyakinan, masalah kriminalitas juga dikhawatirkan akan meningkat, apabila ada jembatan penghubung Jawa-Bali tersebut. Masyarakat Bali khawatir terhadap meningkatnya kepadatan penduduk.
Pulau Dewata memang terkenal memiliki keindahan alam yang masih terjaga. Sehingga apabila Pulau Bali dan Jawa terhubung, masyarakat Bali khawatir mobilisasi perpindahan penduduk akan membuat keindahan alamnya akan ikut terdampak dengan meningkatnya jumlah penduduk.