BREBES, DISWAYJATENG.ID - Belasan ekor sapi milik peternak di Kabupaten Brebes terjangkit virus Lumpy Skin Disease (LSD) atau penyakit cacar sapi. Penyakit ternak ini menyebar di lima kecamatan di Brebes dan membuat para peternak terancam rugi. Sebab, dampak dari LSD ini juga jelas mempengaruhi harga jual sapi yang menurun dan membuat peternak merugi.
LSD sendiri menyerang pada bagian kulit sapi berupa benjolan pada sekujur tubuh sapi. Benjolan tersebut jika pecah maka akan membuat tubuh sapi bolong-bolong atau berlubang. Selain benjolan, sapi yang terinfeksi LSD juga dapat mengalami demam, kehilangan nafsu makan, lesu, dan mengalami penurunan produksi susu.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Brebes drh Ismu Subroto membenarkan fenomena tersebut. Kasusnya pertama kali ditemukan di Desa Kaliwadas, Kecamatan Bumiayu sejak Januari awal tahun 2023. Sejak Januari hingga Maret ini, sudah ada 19 kasus dengan rincian bulan Januari 7 kasus dan Februari 12 kasus.
"Satu ekor sapi pada Januari lalu terkonfirmasi terjangkit virus LSD di Kecamatan Bumiayu. Kasusnya semakin menyebar di kecamatan lain, seperti Tonjong, Bantarkawung, Jatibarang, dan Ketanggungan," kata Ismu.
Ismu merinci, di Bumiayu ada 11 kasus, Tonjong ada 1 kasus, Bantarkwung ada 1 kasus, Jatibarang ada 4 kasus, dan Ketanggungan ada 2 kasus. Jumlah itu tersebar di beberapa desa di lima kecamatan tersebut sejak awal Januari hingga Februari, sementara untuk Maret belum ada kasus baru.
"Di 5 kecamatan tersebut merupakan wilayah yang sapi-sapinya ditemukan kasus LSD, dari total 17 kecamatan di Brebes. Sementara 3 sapi lain yang saat ini masih tergolong suspect ada di Kecamatan Ketanggungan," ungkapnya.
Ismu mengungkap, belum ada obat khusus untuk menangani virus LSD. Meski demikian, pihaknya sudah memberikan antibiotik dan vitamin terhadap sapi yang terjangkit LSD. Pencegahan penyebaran virus juga dilakukan dengan cara rutin melakukan pembersihan kandang. Untuk daging sapi yang terjangkit virus LSD tetap bisa dikonsumsi.
"Sampai saat ini memang belum ada vaksin khusus untuk kasus LSD ini, kami bahkan masih menunggu obat khusus penanganan LSD dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah," jelasnya.
Dibandingkan dengan kasus PMK, lanjut Ismu, untuk kasus kematian LSD lebih rendah. Untuk mortalitas PMK lebih tinggi sekitar 70 persen pada ternak dewasa dan 90 pada pada pedet. Akan tetapi kerusakan organ dan karkas pada kasus LSD lebih massif. Sementara untuk masa inkubasi PMK 3-7 hari dan LSD 2- 28 hari.
"Virus ini ditularkan melalui lalat dan nyamuk, jadi upaya yang dilakukan salah satunya dengan vaksinasi, pembersihan kandang, dan juga pemberian obat, termasuk sosialisasi pencegahan," tandasnya.