Polemik Lima Hari Sekolah SD dan SMP di Kota Tegal Kian Meruncing

RAPAT KERJA - Komisi I DPRD Kota Tegal mengadakan Rapat Kerja dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama Kota Tegal.Foto:K Anam S/diswajateng.id--
Alasan kedua, pelaksanaan lima hari sekolah akan menggeser jam pelajaran di Madrasah Diniyah dan TPQ. Saat ini, pembelajaran di Madrasah Diniyah dan TPQ kebanyakan dilakukan secara sif karena sarana dan prasarana belum memadai untuk membuka beberapa kelas. Karena sistem sif, pembelajaran berlangsung sampai sore hari. Sehingga, jika jam diundur pembelajaran dapat beralangsung sampai malam.
“Jika diundur jamnya, menungkinkan anak tidak masuk karena terlalu malam,” terang Solichun.
BACA JUGA:Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Minta Pemkot Berantas Penyakit Masyarakat
BACA JUGA:Ketua DPRD Kota Tegal Minta Pemkot Jaga Petani
Ketiga, Solichun menyebutkan, pembelajaran di Madrasah Diniyah dan TPQ sangat membantu Pemerintah Kota Tegal dalam mengurangi angka kenakalan anak dan remaja. Minimal terdapat 7.400 santri Madrasah Diniyah dan 13.000 santri TPQ di Kota Tegal. Keempat, masyarakat tidak merasa resah dengan diberlakukannya enam hari sekolah di SD dan SMP seperti yang tengah berjalan sekarang.
Di samping itu, DPC FKDT Kota Tegal mengkhawatirkan jika wacana ini diterapkan, jumlah siswa yang menuntut ilmu yang belajar agama di Kota Tegal akan berkurang dan lama kelamaan mematikan eksistensi Madrasah Diniyah dan TPQ, seperti yang terjadi di salah satu Madrasah Diniyah di Semarang. Akibat kebijakan lima hari sekolah, di sana tidak ada satupun siswa SMP yang belajar di Madrasah Diniyah, karena pulangnya sore.
“Anak yang terlalu lama di sekolah membuat mereka memilih untuk tidak masuk ke Madrasah Diniyah atau TPQ untuk belajar ilmu agama karena sudah lelah,” sebut Solichun.
Polemik ini disikapi secara serius oleh Komisi I DPRD Kota Tegal, yang ditunjukkan dengan kembali memanggil Disdikbud Kota Tegal dan menghadirkan Kemenag Kota Tegal dalam Rapat Kerja yang digelar di Ruang Rapat Komisi I, Selasa, 3 Juni 2025. Berbagai pertanyaan, kritik, dan saran disampaikan dalam Rapat Kerja yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kota Tegal Moh Muslim itu.
Sekretaris Komisi I DPRD Kota Tegal Eko Susanto mengemukakan, dengan alasan apapun, menolak wacana lima hari sekolah diterapkan di SD dan SMP, karena banyak mudaratnya. Fakta telah membuktikan seperti yang terjadi di Semarang dan Banyumas. Eko juga mengkhawatirkan dampak yang berpotensi terjadi jika diterapkannya wacana tersebut, salah satunya, tawuran yang akan semakin merajalela.
“Jangan ada lagi wacana. Kalau lebih besar mudaratnya, apapun alasannya menolak diberlakukan lima hari sekolah,” tegas Eko. Lebih lanjut Eko menambahkan, Disdikbud Kota Tegal perlu menelusuri dan menegur pembuat file sosialisasi karena menampilkan logo Disdikbud Kota Tegal dan mencantumkan foto Wali Kota dan Wakil Wali Kota, karena Disdikbud Kota Tegal tidak merasa membuat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I Erni Ratnani mengkritisi survei yang dilakukan PGRI Kota Tegal, yang dijadikan salah satu pijakan usulan wacana ini. Menurut Erni, semestinya yang dijadikan dasar adalah riset atau kajian mendalam dan berpedoman kepada undang-undang yang mengamanatkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu mencetak generasi beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Dan untuk mencapai tujuan itu, Erni melihat tidak masuk akal dengan hanya belajar ilmu agama di sekolah, mengingat terbatasnya jam pembelajaran. Karena itu, Madrasah Diniyah dan TPQ dibutuhkan untuk mencetak generasi yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. “Tiga jam pelajaran untuk ilmu agama, rasanya tidak masuk akal. Apa bisa menjadikan mereka manusia yang bertakwa? Ilmu agama solusi utama menurut saya,” tutur Erni.
Dari berbagai kritik dan saran yang diberikan dalam Rapat Kerja yang dipimpinnya, Ketua Komisi I DPRD Kota Tegal Muslim menegaskan, Komisi I DPRD Kota Tegal menolak wacana lima hari sekolah diterapkan di SD dan SMP. “Dengan berbagai macam pertimbangan dan masukan serta kejadian daerah sekitar seperti di Semarang, bahwa pembelajaran lima hari sekolah tidak maksimal, kami menolak lima hari sekolah,” tegas Muslim.
Masukan untuk tidak diterapkannya wacana lima hari sekolah di SD dan SMP juga dilontarkan Kepala Kemenag Kota Tegal Ahmad Mundzir. Sebagai Pembina Madrasah Diniyah dan TPQ, Kemenag Kota Tegal menyebut terdapat Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, yang salah satunya melalui lembaga pendidikan keagamaan Madrasah Diniyah dan TPQ.
Berkaca dari daerah yang telah menerapkan, kebijakan lima hari sekolah, di mana guru mengawasi absensi anak di Madrasah Diniyah dan TPQ tidak berjalan dengan baik, justru menambah beban jam kerja guru dan membebani anak karena jam belajarnya bertambah banyak. Di samping itu, pembelajaran di sekolah belum tuntas mengakomodir pengetahuan agama anak. Karena itu, diperlukan Madrasah Diniyah dan TPQ.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: