LBH APIK Ungkap Praktik Perbudakan PRT di Jateng, Dua Korban Alami Cacat Seumur Hidup

LBH APIK Ungkap Praktik Perbudakan PRT di Jateng, Dua Korban Alami Cacat Seumur Hidup

Puluhan aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Semarang menggelar aksi unjuk rasa dalam rangka Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) di depan Gedung DPRD Jawa Tengah Sabtu 15 Februari 2025-Istimewa/ Umar Dani -

SEMARANG, Diswayjateng.id – Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) diperingati oleh para aktivis perempuan dengan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Tengah.

Puluhan aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Semarang turun ke jalan membawa spanduk bertuliskan "DPR (p)elit, pengesahan RUU sulit". 

Mereka juga membawa payung hitam dan tampah kecil dengan berbagai tuntutan, seperti pengesahan UU Perlindungan PRT, upah layak, libur mingguan, perjanjian kerja tertulis, serta akses pendidikan dan pelatihan bagi PRT.

Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu Herawati Sasongko, menyatakan bahwa aksi ini bertujuan untuk memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga yang jatuh pada 15 Februari.

BACA JUGA:Aksi Demo Besar Pekerja PT Sritex Batal, Digantikan Audiensi Perwakilan

BACA JUGA:Kapolres Semarang Jadikan Jumat Curhat untuk Belanja Masalah

"Dalam catatan tahunan kami, terdapat 30 kasus kekerasan terhadap PRT di Jawa Tengah. Bentuknya beragam, mulai dari kekerasan fisik, psikis, hingga gaji yang tidak dibayarkan oleh majikan," ungkap Rara Ayu dalam rilis yang diterima media, Minggu (16 Februari 2025

Ia menambahkan bahwa dalam kurun lima tahun terakhir (2017–2022), sebanyak 30 PRT di Jawa Tengah mengalami berbagai bentuk intimidasi. 

Lebih miris lagi, dua di antaranya mengalami kekerasan begitu parah hingga mengalami cacat permanen dan tidak bisa bekerja kembali.

Koordinator Serikat PRT Merdeka (SPRT) Semarang, Nur Khasanah, menegaskan bahwa hingga saat ini perlindungan hukum bagi PRT masih sangat lemah.

BACA JUGA:LBH Petir Desak Kapolri Copot Kapolrestabes Semarang dan Pecat Penembak 3 Siswa.

BACA JUGA:LBH Law and Justice Sediakan Konsultasi Hukum Gratis di PN Batang

"Dinamika persoalan PRT yang begitu kompleks menjadi bukti nyata bahwa negara belum hadir untuk melindungi mereka. Akibatnya, PRT terus menghadapi diskriminasi, pemutusan kerja sepihak, pemotongan gaji, hingga kekerasan," ujar Nur.

Menurutnya, lemahnya implementasi regulasi yang ada membuat kesejahteraan PRT tetap terabaikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: