Festival Budaya Pager Mangkok Kudus, Ikhtiar Merawat Kearifan Lokal Warisan Sunan Muria

Prosesi Kirab Budaya Pager Mangkok diawali arak-arakan gunungan hasil bumi menuju punden dukuh setempat.-arief pramono/diswayjateng.id-
KUDUS, diswayjateng.id- Ajaran dan nilai-nilai luhur yang merupakan warisan kearifan lokal Sunan Muria ratusan tahun silam, kini masih dilestarikan oleh masyarakat yang mendiami lereng Pegunungan Muria Kudus.
Salah satunya yakni tradisi bersedekah yang dikemas 'Kirab Budaya Pager Mangkok”. Tradisi ini masih terus dipertahankan warga Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.
Tradisi ini menjadi acara pembuka rangkaian Festival Pager Mangkok #4, yang diinisiasi Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan Kudus, Sabtu 7 Desember 2024. Prosesi kirab diawali arak-arakan gunungan hasil bumi dari Panggung Ngepringan menuju Punden Depok di dukuh setempat.
Kirab gunungan yang berlangsung siang hari tersebut, dikawal rombongan ibu-ibu yang membawa nasi tomplingan, anak-anak, tokoh agama dan warga menuju Punden (makam leluhur) Depok.
Setiba di halaman punden, rombongan menyambut salawat terbang papat. Selanjutnya, ibu-ibu menata ribuan nasi tomplingan yang dibungkus daun jati untuk kemudian dibagikan serta disantap bersama.
“Kirab gunungan ini menjadi pembuka Festival Pager Mangkok, yang intinya mengangkat nilai-nilai falsafah dari Sunan Muria, Tapangeli dan Pager Mangkok,” terang Ulul Azmi selaku koordinator kirab.
Yang membuat unik dalam tradisi ini, kata Ulul, kirab Pager Mangkok selalu disertai datangnya hujan sebelum prosesi berlangsung. Warga pun berharap turunnya hujan menjadi berkah bagi mereka.
Ulul menjelaskan, istilah Pager Mangkok diambil dari ajaran Sunan Muria kala itu. Yakni berbunyi 'Pagerono omahmu nganggo mangkok (Bangunlah pagar rumahmu dengan bersedekah).
Selain itu, ajaran 'Pager mangkok luwih becik tinimbang pager tembok. (Pagarilah rumahmu dengan pagar mangkuk, karena pagar bersedekah lebih baik daripada pagar tembok)'.
Ajaran-ajaran kebaikan salah satu ulama penyebar agama Islam di wilayah Pegunungan Muria itu, hingga kini terus dilestarikan masyarakat setempat.
“Masyarakat diperbolehkan mengikuti perkembangan zaman janji tidak terbawa arus zaman yang negatif dan mempunyai prinsip hidup.
Festival Pager Mangkok #4 kali ini mengusung tema “Labora(s)tories”. Melalui tema tersebut, Kampung Budaya Piji Wetan ingin menunjukkan bahwa budaya dan seni dapat menjadi perayaan oleh siapa saja, termasuk anak-anak muda.
Menurut Ulul, tema tersebut dipilih sebagai bentuk perayaan terhadap siapa pun yang menciptakan seni melalui festival terbuka bagi saja. Laboratorium yang diibaratkan ruang laboratorium terbuka menghadirkan kolaborasi antara seniman, masyarakat, dan akademisi sebagai karya yang terus bergerak.
“Dalam Laboratories ini, setiap karya menjadi sebuah perjalanan hidup bagi pelakunya. Kami berharap Festival Pager Mangkok menjadi pemantik agar generasi muda tertarik merawat nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan Sunan Muria,” terangnya.
Peringatan HUT Kampung Budaya Piji Wetan
Perlu diketahui, rangkaian Festival Pager Mangkok #4 pada pekan ini, dimeriahkan beragam acara. Kegiatan tersebut sekaligus untuk memeriahkan HUT Kampung Budaya Piji Wiji Wetan.
Festival Pager Mangkok juga lebih banyak mengusung konsep seni kontemporer yang dipadukan dengan budaya dan kekinian. Festival ini diharapkan memantik para pegiat seni dan budaya di Kudus terus bergerak dan memunculkan ruang-ruang berkesenian di kalangan pelajar.
Selain pameran, Festival Pager Mangkok juga dimeriahkan pasar UMKM, pentas pertunjukan, workshop membatik, launching desa ramah anak, artist talk, orasi budaya dan kirab pager mangkok.
“Kedepan kami harap budaya dan seni tidak lagi dipandang sebagai objek, tetapi bagaimana kita menjadi subjek untuk terus mengeksplorasi dunia,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: