Sita Rokok Ilegal, Bea Cukai Jateng-DIY Selamatkan Pendapatan Negara Hingga Rp83 Miliar

Sita Rokok Ilegal, Bea Cukai Jateng-DIY Selamatkan Pendapatan Negara Hingga Rp83 Miliar

Kepala Kanwil Bea Cukai Jateng-DIY, Ahmad Rofiq berkominten untuk memberantas rokok ilegal--Wahyu sulistiyawan

SEMARANG, diswayjateng.id - Sepanjang 2024 Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Jateng-DIY berhasil sita rokok ilegal sebanyak 87.6 juta batang. Pendapatan negara yang berhasil diselamatkan dari penyitaan tersebut mencapai Rp83 miliar.

Kepala Kanwil Ditjen Bea Cukai Jateng-DIY, Akhmad Rofiq menyampaikan, angka sita rokok ilegal tersebut cukup besar, dibandingkan pada 2023 mencapai 90 juta batang setahun.

Pihaknya juga akan terus berkomitmen untuk memberantas dan sita rokok ilegal bekerjasama dengan pihak pemerintah daerah, TNI dan Polri.

"Ini pencapaian sampai di bulan September kemarin, dan masih ada tiga bulan lagi kedepan. Kita harapkan dengan adanya kerjasama dengan pemerintah daerah, TNI dan Polri khususnya masyarakat yang memberikan informasi, penindakan bisa mencapai 100 juta batang," ujar Rofiq, pada jumpa media di Kantor Ditjen Bea Cukai Jateng-DIY, Rabu, 9 Oktober 2024. 

BACA JUGA:Ruas Pantura Pati-Semarang Diwaspadai Jalur Gelap Peredaran Rokok Illegal

BACA JUGA:Simulasi Progam Makan Gratis Di Kota Semarang, Aspek Keamanan Pangan Jadi Perhatian Serius

 

 

Pada 2024, Ditjen Bea Cukai Jateng dan DIY, ditargetkan menghimpun penerimanaan negara sebesar Rp61,68 triliun. Dan hingga September, realisasi penerimaan sudah mencapai Rp40,62 triliun atau 65,86 persen.

"Cukai rokok menjadi salah satu penyumbang keuangan negara, dan kanwil Jateng-DIY menjadi andalan untuk mengumpulkan penerimaan negara khususnya cukai. Karena di Jateng sendiri menjadi kota kretek, ada pabrik besar seperti Djarum, Norojono, Sukun dan masih banyak lainnya," ungkapnya.

Rofiq menambahkan, agar negara memperoleh pendapat untuk tidak membeli rokok ilegal, hal tersebut sudah disosialisasikan ke masyarakat umum dan mahasiswa.

Rokok ilegal dinilai tidak fair, sebagian besar industri rokok membayar cukai secara legal, yang ini tidak membayar cukai. 

BACA JUGA:Bantuan Sumur Artetis, Mempermudah Petani Budidaya Durian Malika Khas Semarang

BACA JUGA:Durian Malika Khas Semarang Berusia 200 Tahun, Terselamatkan Dari Petir dan Kekeringan

"Dengan cukai maka penerimaan negara bisa tercapai, sehingga bisa digunakan untuk kegiatan ketatanegaraan kita seperti pembuatan jalan, sekolah," tambahnya.

Ia juga berharap, tidak ada lagi rokok ilegal yang beredar di masyarakat setidaknya diminimalisir. Karena bahan baku tembakau untuk rokok ilegal ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang cukup banyak.

"Di Jateng dan Jatim tembakaunya banyak, orang bisa tingwe (nglinting dewe) asal untuk dipakai sendiri, kalau dijual kembali ya jangan," himbau Rofiq. 

Fenomena perokok memang tidak bisa ditinggalkan dari kehidupan sehari-hari, dengan naiknya cukai rokok SKM yang mengalami kenaikan.

BACA JUGA:Debat Pilwakot Semarang 2024, Siap Disiarkan Langsung di Televisi Swasta Akhir Oktober Ini

BACA JUGA:Logistik Pilkada 2024, 2500 Kotak Suara Tiba DI Gudang KPU Kota Semarang

Penjualan rokok golongan satu penjualannya mengalami penurunan. Meskipun demikian tidak membuat masyarakat untuk berhenti merokok namun beralih ke rokok yang lebih murah. 

Pada kesempatan tersebut disampaikan ciri-ciri rokok ilegal. Rokok ilegal ada polos tidak terdapat pita cukai pada bungkusnya, gambar atau warna pita cukai berbeda dengan yang asil, menggunakan pita cukai bekas pakai dengan ciri sudah berkerut, sobek, atau kusut dan penggunaan cukai salah peruntukan. 

Selain itu, rokok ilegal selalu menggunakan merek plesetan dari merek yang sudah terkenal, tidak mencantumkan nama perusahaan dan kota produksi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Pusat telah menggelontorkan miliaran Rupiah dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk sosialisasi gempur rokok ilegal.

Meski demikian, upaya membasmi peredaran rokok bodong yang merugikan keuangan negara di bidang cukai masih terus terjadi.     

Tingginya permintaan rokok bodong alias tanpa dilekati pita cukai resmi itu, dinsinyalir akibat kenaikan tarif cukai rokok. Oleh karena itu, berdampak semakin mahalnya harga rokok resmi di pasaran.

Konsumen cenderung beralih ke rokok ilegal atau produk dengan harga lebih murah. Hal ini tidak hanya mengurangi volume produksi rokok legal, namun juga berpotensi menurunkan pendapatan negara dari cukai hasil tembakau.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: