Capai 54 Persen, Suara Milenial dan Gen Z Dinilai Jadi Kunci Kemenangan Pilwakot Semarang

Capai 54 Persen, Suara Milenial dan Gen Z Dinilai Jadi Kunci Kemenangan Pilwakot Semarang

pengamat politik Undip Semarang, Wahid Abdulrahmah mengatakan kunci kemenangan pilwakot bisa meraup suara Gen Milenial dan Gen Z--Wahyu sulistiyawan

SEMARANG, diswayjateng.id - Memasuki masa kampanye Pemilihan Wali Kota Semarang (Pilwakot), berbagai cara dilakukan oleh kedua Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang untuk menyusun strategi menarik pemilih dari generasi Milenial dan Gen Z.

Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang, Wahid Abdulrahmah mengatakan, bahwa salah satu menjadi kunci kemenangan dalam Pilwakot Semarang ialah suara generasi milenial dan generasi Z yang jumlahnya mencapai 54 persen. 

Menurutnya, masing-masing kandidat bisa mengambil suara pemilih muda melalui gagasan atau program yang kemudian dikemas dengan menarik dan kreatif melalui kampanye di media sosial. Namun dua hal ini harus didukung oleh figur atau ketokohan dari masing-masing paslon. 

"Yang bisa menarik dari para paslon adalah gagasan paslon. Kedua adalah media, milenial dan Gen Z adalah pemakai media sosial dan terakhir adalah figure," ungkapnya saat diselenggarakan Forum Grub Diskusi oleh Forum Media Online Kota Semarang (FOMOS).

Kegiatan ini mengusung tema "Membaca Peta Politik Pilwakot Semarang 2024 Jilid 4 Kemana Arah Pemilih Muda Gen Z?" digelar di Rumah Popo, Kota Lama Semarang, Kamis 26 September 2024.

BACA JUGA:Rayakan Hari Raya Galungan, Umat Hindu Berdoa Untuk Kelancaran Pilkada

BACA JUGA:Wali Kota Semarang Apresiasi Peran Pekerja Sosial Masyarakat dalam Tingkatkan Kesejahteraan Sosial

Menurut pengamatan Wahid, dari kedua pasangan calon yang berkontestasi di Pilwakot 2024, semuanya melakukan pendekatan dengan generasi muda di media sosial. Namun gagasan atau program yang ditawarkan belum menyentuh persoalan dan kebutuhan anak muda. 

"Kalau dari dua pasangan calon saya lihat belum ada spesifik melihat gagasan bagaimana membangun sumber daya manusia ke depan, dan mereka belum memaksimalkan peran media secara maksimal," jelas Wahid yang juga sebagai salah satu dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro. 

Wahid menambahkan, kurangnya di Semarang itu perlunya ruang publik anak muda berekspresi. Sehingga pemerintah dapat mudah melakukan kontrol.

"Buatlah ruang publik dulu, untuk aktivitas nanti bisa sambil jalan, sehingga pemerintah bisa terus mengontrol," ungkapnya kepada wartawan.

BACA JUGA:Politik Uang dan Netralitas ASN, Jadi Konsentrasi Banwaslu Kota Semarang

Ia memberi contoh, ruang publik yang dilengkapi akses interner, area musik dan skateboard. Jika anak muda berkumpul nantinya bisa dipantau terus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: