Lestarikan Budaya, Guru di Kabupaten Brebes Menjadi Dalang Wayang Kulit

Lestarikan Budaya, Guru di Kabupaten Brebes Menjadi Dalang Wayang Kulit

PENTAS - Dalang wayang kulit Ki Tarto Wiji Wasito saat mementaskan Sirna Ning Angkoro memperingati HUT ke-52 Korpri.Foto: Syamsul Falaq/jateng.disway.id--

DISWAYJATENG, BREBES - Ketertarikan menjadi dalang wayang kulit, sudah tumbuh sejak Ki Tarto Wiji Wasito masih duduk di Sekolah Menengah Atas. Sebab, guru PNS yang saat ini menjabat sebagai Kepala SMP Negeri 3 BREBES itu. Bercita-cita, ingin terus melestarikan warisan leluhur jawa khususnya seni wayang kulit. Bahkan, dengan latar belakang ayahnya yang berprofesi sebagai dalang. Makin menguatkan tekadnya, untuk menekuni dunia pedalangan wayang kulit.

"Bakat minat dan kemampuan saya mendalang, tak lepas dari genetik orang tua saya yang memang sudah lama menekuni profesi dalang," ungkapnya di sela-sela penampilan saat pementasan wayang kulit dalam rangka Hari Guru Nasional, di Gedung KORPRI Brebes.

BACA JUGA:Pengadaan Barang dan Jasa Rawan Korupsi, Upaya Pencegahan Diminta Dioptimalkan

Dalam gelaran wayang kulit tersebut, turut hadir Asisten III Sekda Pemkab Brebes Eko Supriyanto, Kepala Dindikpora Caridah dan Kepala Dinkkominfotik Brebes, Tatag Koes Adianto.

Sejak awal belajar mendalang, Ki Tarto mengaku sangat tertarik menekuni materi pewayangan. Terlebih, dukungan penuh dari orang tua semakin menguatkan keyakinannya menekuni profesi dalang. Sebab, tidak hanya bermanfaat menghibur masyarakat tapi juga melestarikan warisan budaya leluhur jawa. Mengingat, dalam pertunjukan wayang banyak menyuguhkan gambaran watak dan karakter. Itu, menjadi gambaran berbagai ragam manusia di dunia sekarang.

BACA JUGA:Gula Aren untuk Jajanan di Kecamatan Bantarbolang Pemalang Sulit Didapat

"Sebagai cermin pembelajaran, banyak hikmah yang bisa diambil dalam pementasan wayang. Selain sebagai hiburan, wayang bisa menjadi tuntutan atau nilai kehidupan antara yang baik dan buruk. Sekaligus, harmonisasi berbagai unsur dalam kehidupan," jelasnya.

Memperingati Hari Guru Nasional, lanjut Ki Tarto, lakon Sirna Ning Angkoro sengaja dipilih dalam pementasan wayang kulit. Sebab artinya, menghilangkan segala sesuatu yang tidak baik. Lakon tersebut, menjadi ungkapan sekaligus harapan berupa pesan khusus bagi semua guru. Yakni, tetap menjalankan profesi sebagai tenaga pendidik yang bertugas dengan tulus mencerdaskan generasi bangsa.

BACA JUGA:Kartu Tani Dinilai Produk Gagal, Pupuk di Kabupaten Tegal Menjadi Barang Langka

"Suka suka menjalani profesi guru PNS sekaligus dalang, memang harus displin dalam mengatur waktu. Karena karakter itu, juga sudah digambarkan dalam lakon pewayangan berkarakter baik," ujarnya.

Ki Tarto menuturkan, dalam semua penampilannya sebagai dalang ia mengaku selalu meminta izin kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Brebes. Sebab, itu menjadi etika sekaligus pembelajaran dalam menghormati institusi yang menaungi guru. Terlebih, pemerintah sudah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru honorer dengan mengakomodir sebagai P3K. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: