Arek Kesel

Arek Kesel

Catatan DIS'Way Jateng --

Bayu tidak mau menjawab permintaan mendadak itu. Ia bergegas ke Jakarta: menemui bos rumah produksi. "Saya pertaruhkan nama saya. Saya tetap minta berbahasa Jawa," katanya. Bayu sampai memberikan garansi: kalau penontonnya kurang dari 500.000 nggak usah dibayar. "Saya minta jaminan saya itu dimasukkan dalam kontrak. Saya siap menandatanganinya," ujar Bayu kepada bos itu seperti dikutipkan untuk Disway.

Ternyata Bayu benar. Penonton Yowis Ben itu di atas 1 juta orang. Dari kenyataan itulah lahir Yowis Ben berikutnya.

Lara Ati tidak perlu mengulangi drama Yowis Ben. Langsung sukses. Penayangan di layar lebar baru saja selesai. Pindah ke Netflix. Berhasil jadi peringkat pertama.

Waktu Yowis Ben diputar di festival di Los Angeles, Bayu kaget. "Penonton bule juga pada tertawa. Berarti bisa diterima di sana," katanya. Di sana film itu disertai teks bahasa Inggris.

Bayu punya logika kuat. "Kita kan biasa nonton film berbahasa Inggris atau Korea. Apa bedanya dengan bahasa Jawa. Kan ada teks Indonesianya," ujar Bayu.

Sukses Yowis Ben dan Lara Ati itu memberikan pelajaran berharga bagi Bayu. "Berarti sekarang sudah bisa lahir film berbahasa Sunda dan Batak," ujarnya.

Bayu anak seorang alumni SMK yang kini bekerja di Freeport, Papua. Sudah 30 tahun ayahnya bekerja di sana. Sesekali sang ayah dapat liburan untuk berkumpul dengan istrinya yang membesarkan anak di Malang. Usia Bayu kini 29 tahun. Bayu masih punya satu adik perempuan: baru saja lulus kuliah.

Sejak kecil Bayu suka menggambar animasi. Ia sendiri suka menonton film animasi. "Begitu UM membuka jurusan animasi saya mendaftar," katanya. Di situlah Bayu mengenal ilmu animasi. Juga ilmu penggunaan kamera.

Tahun 2009, Bayu mulai membuat video pendek: Wong Edan (orang gila). Teman-temannya ia minta berakting seperti orang gila. Lucu-lucu. Itulah video pertama yang ia unggah ke YouTube. Tanpa memikirkan apakah ada hasil uangnya.

Lalu bikin video lagi: Valentine Dancuk. Isinya: kekesalan para jomblo di hari Valentine. Diunggah lagi. Disenangi. Jadilah Bayu YouTuber. Punya banyak penggemar.

Video pertama dan kedua itu ia abadikan dengan HP Sony Ericson. Milik temannya. HP milik Bayu sendiri merek Nokia. Tidak ada kameranya.

Bayu dan teman-temannya itu awalnya hanya main-main. Sering iseng. Mereka adalah sekelompok pertemanan yang sedang kesel. Maka nama Bayu pun menjadi Bayu Skak (Sekelompok Anak Kesel). Nama itu mengalahkan nama aslinya: Bayu Eko Moektito.

Tahun 2013 mulailah Bayu tahu: dari YouTube bisa mendapat uang. Maka ia tambah rajin membuat video dan mengunggahnya.

Bayu juga sempat bekerja di JTV –yang pemilik lamanya Anda sudah tahu. Satu tahun di JTV, Bayu punya program siaran sendiri. "Saya sering lihat pak Dahlan rapat. Tapi takut mendekat," guraunya.

TV-TV nasional pun mengejar Bayu. Tapi ia tidak tergoda untuk larut jadi orang Jakarta. Ia ingin tetap berakar di daerah. Lalu memperjuangkan daerah. Termasuk ingin menciptakan banyak kesempatan bagi anak-anak muda daerah. "Masak orang daerah terus jadi penonton. Kalau lagi ada syuting di daerah, mereka hanya jadi horee-man," ujarnya. "Tidak boleh lagi seperti itu," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait