Loket Kanjuruhan

Loket Kanjuruhan

Catatan DIS'Way Jateng --

Kenapa pintu stadion harus ditutup? Bahkan dikunci?

Anda bisa menjawabnya dengan benar: agar tidak ada penonton yang masuk stadion tanpa karcis. Malam itu pertandingan besar, Arema vs Persebaya. Stadion penuh. Di luar stadion masih ribuan orang yang ingin masuk.

Biasanya pada menit ke 80 pintu-pintu stadion sudah dibuka. Kali ini tidak. Kalau dibuka ribuan penonton itu akan masuk, entah akan duduk di mana.

Di Stadion Kanjuruhan memang masih memungkinkan penonton tanpa karcis mendekat ke pintu stadion. Padahal sistem penjualan tiketnya sudah online. Penonton juga mengenakan gelang sebagai tanda masuk.

Namun memang masih ada loket karcis di stadion. Sekitar 20 persen tiket masih bisa dibeli di stadion, lima jam sebelum pertandingan dimulai. Sebagian besar karcis dijual lewat korwil-korwil suporter. Ada 157 korwil Aremania di Malang. Mereka yang sudah mendapat karcis di Korwil bisa menukarkannya dengan gelang di kantor Arema. Yakni di hari pertandingan.

Yang membeli karcis secara online, juga menukarkan karcisnya dengan gelang di hari pertandingan, di kantor Arema.

Sedang yang membeli karcis di loket stadion langsung mendapatkan gelang.

Dengan masih adanya loket di stadion memang tidak mungkin dilakukan seleksi total terhadap calon penonton di ring luar. Masih ada koridor khusus untuk penonton yang akan membeli karcis di loket.

Memang tidak mudah mengubah sistem seperti itu. Korwil-korwil belum tentu rela dihapus. Loket di stadion juga sulit ditiadakan. Para calo akan marah.

Persebaya punya pengalaman pahit ketika merombak sistem perkarcisan itu tahun 2017. Pihak yang marah banyak sekali. Tapi program jalan terus. Persebaya memaklumi kalau banyak klub yang tidak tega melakukannya.

Di Stadion Gelora Bung Tomo pintu-pintu stadion tidak perlu ditutup. Tidak perlu. Tidak ada lagi orang di luar pintu stadion. Yang tanpa gelang tidak bisa masuk ke ring 1.

Kelebihan Persebaya adalah: punya Persebaya Store yang banyak. Itu sekaligus menjadi tempat penukaran gelang. Tapi awal memulai sistem itu ributnya bukan main.

Stadion-stadion lama di Indonesia umumnya tidak punya ring 1 (ring dalam). Siapa saja bisa mendekat ke stadion, ke pintu masuk. Seleksi penonton dilakukan di pintu masuk itu. Seperti masuk gedung bioskop.

Saya ingat zaman tradisional dulu: stadion menyediakan loket penjualan karcis. Penonton antre di situ. Yang tidak punya uang ikut bergerombol di depan pintu masuk. Menunggu situasi: ikut masuk dengan cara nerombol petugas jaga atau ikut berdesakan agar penjaga karcis kewalahan.

Tahun 2018 lalu terjadi peristiwa yang sama di Kanjuruhan. Yakni saat Arema melawan Persib. Skor 2-2. Penonton masuk lapangan. Gas air mata digunakan. Tidak banyak. Pintu stadion terbuka. Yang luka-luka puluhan orang. Yang meninggal satu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: