Kisah Noviana Dibyantari, Ibu 140 Difabel di Semarang Ubah Keterbatasan Jadi Kemandirian
Noviana Dibyantari mendampingi penyandang disabilitas di Semarang melalui Roemah Difabel.-Wahyu Sulistiyawan-Wahyu Sulistiyawan
SEMARANG, Diswayjateng.com — Di balik sosoknya yang sederhana, Noviana Dibyantari menjelma menjadi ibu bagi ratusan penyandang disabilitas di Kota Semarang. Ia bukan ibu dalam arti biologis, namun panggilan Ibu dan Bunda yang dilontarkan para difabel kepadanya lahir dari rasa kasih, kedekatan, dan kepercayaan yang dibangun bertahun-tahun.
Bagi Novi, sapaan akrabnya ibu adalah tentang mengasihi dan mendampingi tanpa syarat. Prinsip itulah yang ia terapkan sejak mendirikan Roemah Difabel Semarang, sebuah tempat yang bukan sekadar rumah singgah, tetapi juga ruang aman dan pusat pemberdayaan bagi penyandang disabilitas.
Roemah Difabel Semarang berdiri sejak 2014 dan berlokasi di Jalan Untung Suropati, Manyaran, Semarang Barat. Selama lebih dari 11 tahun, Novi mendedikasikan hidupnya untuk mendampingi dan melatih penyandang disabilitas agar mampu hidup mandiri dan berdaya di tengah masyarakat.
Saat ini, tercatat 140 anak disabilitas berada dalam binaan Roemah Difabel Semarang. Dari jumlah tersebut, puluhan telah berhasil menembus dunia kerja dan wirausaha.
BACA JUGA:Jambore Perempuan di Kabupaten Tegal Warnai Momentum Peringatan Hari Ibu
“Jumlahnya sekitar 140, saat ini sudah ada 40 anak yang bekerja di hotel, kantor swasta ataupun perusahaan. Lalu ada 50 anak yang membuat usaha mandiri, seperti bengkel, toko sembako dan pulsa, ada yang penulis dan pelukis,” ujar Novi, Senin 22 Desember 2025.
Angka tersebut menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan fisik maupun mental bukan penghalang untuk berkarya dan mandiri, selama ada pendampingan yang tepat.
Mengurus dan mendampingi penyandang disabilitas bukan perkara mudah. Dibutuhkan kesabaran, keuletan, serta ketulusan yang besar. Namun bagi Novi, semua itu bukan beban, melainkan panggilan jiwa.
Ia mengaku merasa bahagia ketika berinteraksi dengan anak-anak difabel, berbincang, mendengarkan cerita mereka, hingga mendampingi aktivitas harian. Bahkan, panggilan Ibu atau Bunda yang dilontarkan para difabel menjadi sumber kebahagiaan tersendiri.
“Bagi saya ini panggilan jiwa. Ketika anak-anak panggil saya Ibu atau Bunda, mereka dekat dengan saya, nggak ada hambatan nggak ada halangan, ini kebahagiaan bagi saya sendiri,” tuturnya.
BACA JUGA:Sembilan Pelaku UMKM Difabel di Kabupaten Semarang Dibantu Motor Roda Tiga
Fokus utama Roemah Difabel Semarang adalah pelatihan kemandirian, terutama bagi anak-anak difabel yang telah lulus dari SMALB. Pelatihan dimulai dari hal-hal paling mendasar dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak dilatih untuk mandi sendiri, mencuci pakaian, memasak, hingga mengurus pekerjaan rumah. Setelah kemandirian dasar dikuasai, barulah mereka dibekali keterampilan lanjutan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: