Tahapan pengumpulan data lapangan meliputi laporan penyalahgunaan aset, pembayaran PBB hingga dugaan tambahan pungutan ilegal terkait PTSL.
"Kami sudah mengkonfirmasi 139 orang terkait PTSL untuk tambahan pungutan. Untuk PBB, kami juga meminta keterangan wajib pajak untuk pungutan 2021 hingga 2023," ucapnya.
Tahap berikutnya, pihaknya akan menyusun laporan dan mempersilakan warga jika ada yang hendak menambah keterangan.
Dalam audiensi itu juga terungkap bahwa banyak warga yang dikenakan denda saat membayar PBB.
Baginya hal itu sudah kesalahan pihak desa karena menyalahgunakan uang PBB warga.
Sebelumnya, aksi demo juga pernah dilakukan di Balai Desa Wuled. Saat pertemuan warga mengungkapkan sejumlah masalah mulai dari dugaan penjualan tanah kas desa, penghentian even yang jadi ikon desa, keterlambatan pembayaran PBB dan lain sebagainya.
Seorang warga Andi mengaku mengetahui tentang penjualan tanah kas desa.
Budi menyatakan mendengar langsung dari pembelinya.
Dia tanya (ke kades) kalau mau bangun rumah di sini bisa? dijawab bisa bayar Rp 20 juta, karena dia (Kades) beli Rp 50 juta, maka harus bayar Rp 70 juta lewat dia.
Kuasa hukum warga dari LBH Adhyaksa, Imamul Abror mengatakan bahwa hasil pertemuan tidak memuaskan warga.
Menurutnya, jawaban kades banyak yang tidak masuk akal.
Pihaknya pun akan melanjutkan proses protes warga ini ke ranah formal dengan menyurati ke Inspektorat hingga Bupati Pekalongan.
"banyak penyelewangan, banyak hal hal yang tidak melibatkan warga. Bahkan sampai Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pun warga meminta, juga tidak diberikan dengan alasan tidak masuk akal," ucapnya.
Dikonfirmasi hal tersebut, Kades Wuled, Wasduki Djazuli, membantah semua tudingan warga yang ditujukan padanya.
Ia menegaskan tidak menjual aset desa satu pun. Namun diakuinya ada satu aset desa yang bersertifikat.
"Ada satu yang belum berserfitikat tapi ada bangunan KUD dan Puskesmas. Nanti kalau saya sertifikatkan, jadi sertifikat di dalam sertifikat," tuturnya