Pada suatu ketika, Ki Enthus bertitah bahwa Haryo lah yang akan melanjutkan Wayang Santrinya. “Kiye mbesuk sing nglanjutna Wayang Santri Haryo. Koen luwih pinter, alim, soleh sing Abah. (Suatu saat yang melanjutkan Wayang Santri Haryo. Kamu lebih pintar, alim, dan saleh dari Ayah),” ungkap Haryo menirukan titah Abahnya yang disampaikan di depan banyak orang.
BACA JUGA:DPRD Kabupaten Pemalang Peringati Hari Wayang Nasional dan Tasyakuran Pelantikan
BACA JUGA:Hari Wayang Nasional, Ratusan Generasi Muda Kabupaten Batang Saksikan Lakon
Haryo fokus terjun mendalang setelah meninggalnya Ki Enthus pada Mei 2018. Selain istiqomah menjalankan titah Abah, dawuh dari Habib Luthfi dan Gus Miftah berperan besar meyakinkan Haryo untuk melanjutkan kiprah Ki Enthus. Habib Luthfi dan Gus Miftah memerintahkan Haryo agar dapat membawakan Wayang Santri yang sudah digandrungi masyarakat.
Namun sebagaimana dipesankan oleh Gus Miftah, Haryo tidak mau memanfaatkan nama besar Ki Enthus. Semangatnya menanam, bukan memanen. Jalan terjal pun dilalui Haryo, mulai dari nol. Selain terus dibanding-bandingkan dengan Ki Enthus pada awal kemunculannya, dia merasakan betapa getirnya ditinggal penonton saat sedang pentas.
Penonton saat itu merasa Haryo tidak selucu Ki Enthus. Meski demikian, kegetiran tersebut tidak lantas menyurutkan langkahnya. Bak pepatah seorang pelaut andal tidak terlahir dari laut yang tenang, pria yang hobi bermain game sepakbola di Play Station tersebut terpacu. Hingga pada akhirnya bisa merebut hati penonton dengan keharyoannya.
Haryo terlepas dari bayang-bayang Ki Enthus di tahun keempat pentasnya dari panggung ke panggung. Ayah dari Panji Haryo Abdillah ini bertekad membuka pintu-pintu yang belum sempat dibuka Abahnya.
Dia akan terus merawat memori Ki Enthus yang telah hidup dalam ingatan masyarakat. Demikianlah wujud bakti seorang Haryo kepada Ayah yang sangat dicintai dan dihormatinya.