Bhante Abdul Manan Damaikan Reog Singo Pangestu saat Sambut Iringan Kirab Budaya Nyadran Kali Kandri Semarang

Minggu 22-12-2024,19:08 WIB
Reporter : Wahyu Sulistiyawan
Editor : Wawan Setiawan

SEMARANG, diswayjateng.id - Iring-iringan kirab budaya Nyadran Kali disambut dengan penari dari Reog Singo Pangestu, dalam Berbagai kesempatan tersebut ada pemandangan sehingga terjadi pertikaian antara cucuk lampang pembawa iringan 9 pasang penari dalam kirab budaya Nyadran Kali dengan penari Reog.

Dalam pertikaian tersebut berhasil dileraikan oleh salah satu Bhante, Abdul Manan yang berada di lokasi tersebut sehingga terwujud perdamaian dan dapat melanjutkan perjalanan Kirab Budaya Nyadran Kali yang berlangsung dari Kali Kidul menuju Sendang Gede, Desa Wisata Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.

Momentum tersebut merupakan satu hiburan kesenian perpaduan kesenian Jawa Tengah dengan Reog Ponorogo, Jawa Timur dalam prosesi inti Nyadran Kali dengan yang diselingi nuansa agama dari Buddha dimana mayoritas penduduk yang beragama Muslim.

Nyadran Kali dimulai dari sendang Kali Kidul menuju Sendang Gede, dengan iring-iringan dari cucuk lapang, petinggi desa, 9 pasang penari dan warga yang membawa gunungan serta hasil bumi.

BACA JUGA:  Kain Pohon Sendang Gede Diganti, Jadi Awal Tradisi Nyadran 7 Sendang di Desa Wisata Kandri Semarang

BACA JUGA:  Kirab Obor Sendang Gede Kandri Semarang, Jadikan Generasi Muda Lebih Cerah Masa Depannya

Menurut ketua panitia, Masduki menyampaian, Kirab Budaya Nyadran kali dari 7 sendang di desa wisata Kandri ini merupakan acara utama dimana sebelumnya pada Kamis Kliwon, Jumadil Akhir kemarin sudah dilaksanakan bersih-bersih 7 sendang.

Ibaratkan orang nikahan, kalau hari kamis kemarin merupakan lamaran, dan ini adalah resepsi. Dimana dalam kirab ini warga membawa harta benda seperti kepala kerbau, 4 gunungan dan Gong, jelasnya, Minggu, 22 Desember 2024.

Ritual Dalaam Kirab Budaya Nyadran kali, selain gunungan hasil bumi dan umkm, warga membawa gunungan yang berisi kepala kerbau, makanan jadah dan Gong. Dimana kepala kerbau menjadi simbol kerbau, jadah menjadi kerukunan dan gong.

“Kalau kepala kerbau ini kan identik dengan refleksi, sehingga kepala kerbau ini ditanam di dalam-dalam, jangan sampai orang bodoh dan harus sekolah dan berpendidikan tinggi,” jelas Masduki.

BACA JUGA:  Kurban Kerbau Bule, Khidmatnya Nyadran Gunung Silurah 2024, Tradisi Tolak Bala ratusan Tahun di Batang

BACA JUGA:  Ritual Jalan Kaki ke Desa Kuncen, inilah 8 Fakta Menarik Tradisi Nyadran Wangsa Bonokeling di Banyumas

“Makanan jadah, itu melambangkan perekatan, sehingga bisa merekatkan warga dengan adanya kegiatan bisa saling bahii membahu,” tambahnya.

Kategori :