JEPARA, diswayjateng.id - Miris, sebanyak 4.082 anak di Jepara termasuk Anak Tidak Sekolah (ATS). Sementara, 45 diantaranya terjerumus dunia anak punk, ini menjadi PR serius yang harus dihadapi pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat.
Data pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Jepara menyebutkan, hingga September 2024, sebanyak 4.082 anak tidak sekolah usia 7 hingga 18 tahun berstatus ATS.
Dari 4.082 Anak Tidak Sekolah ini, sebanyak 45 anak memilih hidup sebagai anak punk atau anak jalanan.
Kondisi tersebut terungkap, saat rapat evaluasi PATS Kabupaten Jepara di Ruang Rapat RMP Sosrokartono Setda Jepara, Kamis 19 Desember 2024.
BACA JUGA:KPK dan Inspektorat Jateng Monitoring 20 Desa Antikorupsi di Jepara
BACA JUGA:Tembus Rp 19,1 Miliar di Jepara, Perusahaan Diingatkan Dana Tanggunjawab Sosial Perusahaan
Pihak Disdikpora Jepara pun mengungkap sejumlah alasan banyaknya angka Anak Tidak Sekolah. Yakni sebanyak 2.842 anak memilih bekerja dan 301 anak memiliki kebutuhan khusus.
Selanjutnya sebanyak 133 anak menikah dini, 36 anak menjadi korban perundungan, dan 456 anak tidak sekolah karena alasan finansial atau keuangan.
Kepala Disdikpora Jepara, Ali Hidayat mengatakan, pemerintah telah mengidentifikasi solusi untuk setiap penyebab ATS.
Namun pihaknya juga meminta keterlibatan banyak pihak, untuk mencapai target Wajib Belajar 12 tahun yang kini diperluas menjadi 13 tahun.
BACA JUGA:Lepas dari Kandang, Aksi Monyet-monyet Liar Teror Warga Jepara
BACA JUGA:Aliansi Buruh Jepara Bergejolak, Upah Minimum Sektoral 2025 Tak Kunjung Naik
“Masing-masing faktor telah kami identifikasi cara pemecahan masalahnya. Butuh keterlibatan berbagai pihak untuk memecahkan masalah-masalah itu,” terang Ali.
Ali menegaskan, Tim Penanganan ATS berkomitmen kerja keras untuk menuntaskan wajib belajar 12 tahun.
Keterlibatan Banyak Pihak Atasi ATS
Dalam rapat itu, Sekda Jepara, Edy Sujatmiko pun mengaku prihatin terkait temuan 45 ATS yang memilih menjadi anak punk.
Karena itu, Edy meminta masyarakat termasuk tokoh agama dan guru, bekerja sama melindungi anak-anak agar tidak terseret ke gaya hidup yang dinilai merusak moral dan masa depan.
BACA JUGA:Bencana Tanah Longsor Mengintai Warga Semanding Jepara
BACA JUGA:Terkendala Museum Penyimpanan, Temuan Benda Purbakala di Jepara Kerap Hilang
“Tak hanya keluarga, namun juga RT, RW, tokoh masyarakat, guru, hingga mantan guru, perlu bersama-sama memberi pendekatan agar anak-anak paham arti pentingnya sekolah,” pinta Edy.
Edy juga mengungkap temuan menarik saat operasi penertiban yang dilakukan Satpol PP Jepara. Yakni salah satu anak punk yang terjaring, ternyata merupakan seorang santri yang memanfaatkan waktu libur pesantren untuk kembali ke aktivitas punk.
“Ini harus kita waspadai. Jangan sampai siswa atau santri lain ikut terseret (komunitas anak punk),” tambahnya.
Tim Penanganan ATS di Jepara harus melibatkan berbagai elemen masyarakat. Diantaranya perangkat daerah, camat, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi dan lembaga lainnya.
BACA JUGA:Pantai Gua Manik Jepara Dipenuhi Sampah, Aparat Gabungan Turun Tangan Sapu Bersih
BACA JUGA:Bidik Calon Tersangka Korupsi Bank Jepara Artha, KPK Telusuri Debitur Fiktif
“Kolaborasi ini bertujuan untuk memberikan solusi menyeluruh atas masalah ATS di Jepara,” tukasnya.