Apakah benar bahwa Pemilu Pilpres kali ini banyak diwarnai dengan kecurangan, ketidakadilan dan bahkan disinyalir juga adanya penyalahgunaan wewenang (abuse de droit) sebagaimana didalilkan oleh Pemohon baik 01 maupun 02 pada dasarnya tidak bisa dinafikan begitu saja. Kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah untuk menggali dan membuat rumusan nilai-nilai baru yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, akan tetapi selama ini terabaiakan begitu saja maknanya. Sudah saatnya sekarang ini Mahkamah Konstitusi kembali pada marwahnya sama persis ketika awal-awal terbentuknya dengan menggali asas-asas maupun hukum yang berkembang dalam masyarakat, akan tetapi asas dan hukum tersebut belum sepenuhnya terbentuk.
Bukan masalah menang ataupun kalah dalam mengikuti salah satu dari proses pelaksanaan demokrasi, yaitu pemilihan umum yang dilaksanakan setiap tahun dan merupakan wujud dari pesta demokrasi rakyat. Akan tetapi yang diharapkan oleh masyarakat sekarang ini apakah asas-asas pemilihan umum yang jujur dan adil benar-benar dilaksaknakan oleh penyelenggara pemilu. Jangan sampai anekdot yang ada di masyarakat yang mengatakan bahwa di Indonesia hasil pemilu sudah diketahui sebelumnya meski pemilu belum dilaksanakan benar-benar terjadi adanya.
Dibutuhkan keberanian dan kearifan dari Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memberikan wacana baru dalam pelaksanaan pemilu di masa yang akan datang. Dengan demikian pula maka demokrasi benar-benar akan terwujud di republik ini, dimana salah satunya bisa diwujudkan oleh Keputusan Hakim Mahkamah Konstitusi yang mendasari keputusanya lewat irah-irah setiap Keputusan Hakim yang dimulai dengan kalimat “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sudah saatnya pemilihan umum yang bermartabat sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Teguh Prasetyo bisa terwujud di negara ini. Bermartabat dalam arti baik peserta pemilu, pelaksana pemilu, pengawas pemilu semuanya terlaksana dengan baik tanpa adanya kecurangan dari siapapun juga.(*)