"Dah lah, Gus. Gak usah bahas anggaran penelitian lagi. Bosen. Sekarang kita bahas agama saja, Gus. Sampean ini kan kiai, ulama, politisi. Cocok lah kalau bahas agama." Ucap Amien. "Yowes lah, daripada gak ada kegiatan. Siang2 di surga gini juga mau ngapain. Sampean juga ulama dan politisi. Jadi cocok." "Iya, Gus. Saya ini heran. Kenapa ya walaupun ustad dunia sekarang ini senang cerita kejayaan islam, hafal nama ilmuwan2 besar jaman dulu, Ibnu Sina, al khawrizmi, al kindi, al farabi, dll, tetapi tdk muncul generasi islam selevel ilmuwan jaman dulu itu." Amien memulai pembahasan dgn pertanyaan. "Ya karena goblok2 to," Ucap Gus Dur. "Goblok piye to, Gus?" "Goblok karena ajaran agama dipersempit. Belajar agama diartikan sebatas belajar fikih, hadis, hafal qur'an dan semacaamnya. Gitu tok. Gak nyambung to? Kalau bangga punya Al Khawrizmi, harusnya dipahami ilmu logika dan matematika itu juga termasuk ilmu agama. Kalau bangga punya Ibnu Sina, harusnya orang belajar kedokteran itu juga dipahami sebagai belajar ilmu agama, dipahami sebagai ibadah, juga dapat pahala sama seperti ngapalin al Quran, ilmu hadis dll itu. Lha sekarang kan tidak. Ngaji Al Quran dianggap ibadah dan dpt pahala, tetapi belajar matematika dianggap ilmu dunia dan tdk dapat pahala." "Sesudah itu malah nggremeng, kenapa jaman sekarang tidak muncul ilmuwan2 besar lagi." "Dasar gemblung," Ucap Gus Dur sambil tertawa kecut. "Iya, aneh, untung kita sudah disini." Mereka tertawa bersama2. Tertawa jengkel!
Jimmy Marta:
Bukan saya ahli hiu. Atau suka makan hiu. Atau sy manusia kelas hiu. Bukan itu yg buat sy tertarik hiu. Kalau ikan sy sukanya malah yg kecil2. Sebesar jari. Teripun boleh Hehe... Waktu tugas di satu propinsi di utara sulawesi benar2 berkesan. Di laut pantai botubarani kab. bonbol. Naik perahu nelayan khusus wisata paus. Hiu dipanggil dg cara perahu diketok2 pakai pendayung. Saat muncul sang hiu bisa di elus2, jinak. Mulut menganga diberi makanan yg disiapkan.... wah... ngeri2 takut... hihi.. Gimana coba...! hiu nya.banyak. jaraknya dekat. ukurannya lebih besar dari perahu....sensasional sekali. Hiu paus adalah jenis yg dilindungi penuh di indobesia. Ada empat jenis lainnya dibuat terbatas. Hiu martii, hiu koboy, martil tipis dan yg satu lagi.... Hidup hiu...!
Dodik Wiratmojo:
Butuh 100 juta sampai ke jepang, padahal biaya penelitian studi ilmu ekonomi di universitas swasta 150jutaan, itupun tanpa alat2 laborat, penelitian terbentur agama,dan satu satunya jalan hanya dengan itu, konsultasi dengan ulama, bersinergi, jika ada ulama yang mendampingi,mgkn tidak ada apa apa.. Ini lucu tapi serius, Semoga ikan lele tidak menularkan covid, jutaan pedagang pecel lele bakal gulung tikar.. Belum peternaknya :)
Er Gham:
Saya penasaran. Saat masih menjadi mahasiswa, apakah Prof Mikra dan Prof Nidom aktif dalam suatu kegiatan unit kemahasiswaan. Jika ada, apa saja unit kegiatan mereka masing masing. Prof Nidom lebih ulet sepertinya dalam mencari dana penelitian. Dan lebih berpikir merdeka. Juga berani mengambil keputusan. Bukan tipe Prof yang sekedar cari aman dalam berkehidupan. Tidak peduli uang pensiun bulanan. Merdeka. Mandiri. Upayanya Senyap, Tepat, Cepat dalam mencari dana penelitian. Semoga terus Berani, Benar, Berhasil.
Gito Gati:
Perguruan tinggi kita sdh banyak yang terpapar ajaran islam politik. Pun juga islam secara keseluruhan di muka bumi. Sehingga sekarang sdh tdk ada lagi ilmuwan muslim seperti eranya harun al-rasyid. Islam kita (juga termasuk di perguruan tinggi Indonesia) lebih memilih melaksanakan iman islam dengan cara memanjangkan jenggot, mencingkrangkan celana termasuk sunah poligami. Semoga kelak "islam nusantara" bisa menghasilkan umat islam patriotik dibidang ilmu pengetahuan. Amin
Agus Suryono:
BIAYA PENELITIAN HAMPIR PASTI "MAHAL".. Mengapa..? Karena namanya juga penelitian, pasti di dalamnya ada "trial & error". Jika itu menyangkut ilmu murni, lembaga penelitian swasta kayak milik Prof Nidom, pasti lebih sulit mendapatkaj "pengembalian". Kalau penelitian "terapan", semoga hasilnya bisa "dibisniskan". Yang jelas, semangat menelitinya perlu diacungi jempol. Dan semoga lembaga yang "mendapatkan manfaat" dari penelitian "ilmu murni"nya, tergerak tuk bantu-bantu. Atau malah menggantinya seluruhnya. Dan semoga, setelah dikenalkan oleh Dusway ke publik, banyak "orderan" penelitian. Baik ilmu murni maupun terapan..
Agus Suryono:
BAPAK CAPRES ABCDE.. KALAU bapak terpilih sebagai Presiden, apakah Bapak melihat perlunya peningkatan anggaran penelitian..? ++ Ya sudah pastilah.. APA yang pertama akan Bapak prioritaskan untuk diteliti..? ++ Kalau saya tidak terpilih, akan saya minta dilakukan penelitian, mengapa saya TIDAK terpilih. Sehingga pada PENCAPRESAN berikutnya, pemyebab kekalahan bisa diantisipasi.. NAH kalau Bapak terpilih..? Apa yang prioritas diteliti.. ++ Jika itu yang terjadi, maka akan saya perintahkan untuk diteliti, mengapa saya terpilih. Sehingga itu bisa menjadi referensi saat saya mencalonkan diri lagi. APA tidak ada prioritas penelitian yang sasarannya kemakmuran rakyat..? ++ Oh ada. Di penelitian di atas, akan saya minta disisipkan, berapa tarif "serangan fajar" yang optimal di Pemilu yad. Dirinci per propinsi..
Mirza Mirwan:
Yang dimaksud Pak Agus mungkin penembakan Jayland Walker, 25, oleh polisi di Akron. Itu sudah terjadi dua minggu yang lalu. Tentang penembakan di kediaman Kadiv Provam Polri, memang lebih baik Pak Di tidak menulisnya dulu. Bukan soal sensitif atau tidak, melainkan karena duduk-soalnya belum jelas. Memang banyak kejanggalan dari keterangan polisi Senin yang lalu. Misalnya, seorang polisi dengan pangkat paling rendah pegang senjata semi otomatis, Glock 17. Lalu soal dekoder CCTV yang diganti sehari setelah penembakan, soal keterangan polisi yang baru diberikan tiga hari setelah penembakan, dan kejanggalan lainnya. Kita tunggu saja hasil investigasi tim yang diketuai Wakapolri.
Agus Suryono: