Kerjinan Enceng Gondok Demak Tembus Pasar Nasional

Kerjinan Enceng Gondok Demak Tembus Pasar Nasional

Pengarajin Enceng Gondok Demak saat menerima pesanan dan sudah tembus nasional-Nungki Disway-

DEMAK – Kerajinan berbahan enceng gondok terus menunjukkan potensi besar sebagai produk bernilai ekonomi. Di Kabupaten Demak, potensi tersebut ditekuni oleh Sunartiningsih, pengrajin asal Kelurahan Bintoro, yang telah menggeluti usaha kerajinan enceng gondok selama delapan tahun terakhir.

 

Sunartiningsih mengatakan, enceng gondok dapat diolah menjadi beragam produk, baik berukuran kecil maupun besar. “Saya sudah bergelut dalam kerajinan berbahan enceng gondok ini sudah delapan tahun. Enceng gondok bisa dibuat macam-macam, dari gantungan kunci, gelang, vas bunga, tas, topi, tempat tisu, tempat buah, sampai yang besar seperti tempat laundry, tikar, dan meja kursi,” ujarnya Senin (15 Desember 2025)

 

Berbagai kerajinan berbahan enceng gondok produk tersebut telah dipasarkan ke sejumlah daerah melalui pusat oleh-oleh maupun ajang pameran. Menurutnya, pemasaran tidak hanya dilakukan di wilayah Jawa Tengah, tetapi juga menjangkau daerah lain. “Untuk penjualan, kami pasarkan di pusat oleh-oleh di Semarang dan Jakarta. Sering juga dibawa pameran oleh dinas, seperti di TMII Jakarta, Inacraft Jakarta, bahkan sampai ke luar Jawa,” katanya.

 

Harga produk kerajinan enceng gondok bervariasi, tergantung jenis dan ukuran. Gantungan kunci serta gelang dijual sekitar Rp10 ribu, sandal jepit Rp25 ribu, tempat tisu Rp75 ribu, dan tempat buah berkisar Rp45 ribu hingga Rp60 ribu. Sementara itu, tas dibanderol Rp200 ribu hingga Rp350 ribu, tikar Rp800 ribu sampai Rp1,5 juta, tempat laundry Rp500 ribu hingga Rp1,6 juta, serta kursi dengan harga Rp500 ribu hingga Rp800 ribu.

BACA JUGA:Kopdes Merah Putih di Batang Diadang Status Lahan, Kesalahan jadi Bom Waktu BACA JUGA:Kopdes Merah Putih di Batang Diadang Status Lahan, Kesalahan jadi Bom Waktu

 

Untuk bahan baku, Sunartiningsih mengaku tidak mengalami kendala. Ia membeli enceng gondok kering langsung dari petani. “Saya pesan yang batangnya panjang-panjang, karena kalau pendek proses menganyamnya kurang cepat dan kurang efisien. Harga bahan biasanya Rp6 ribu per kilogram, tapi kalau pilih yang bagus dan panjang bisa sampai Rp10 ribu hingga Rp13 ribu,” jelasnya.

 

Meski demikian, tantangan masih dirasakan dalam hal pemasaran. Ia berharap adanya dukungan lebih lanjut dari pemerintah daerah. “Sekarang pemasaran agak sulit, tidak seperti dulu. Mungkin dari Pemkab bisa membantu untuk menggencarkan pemasaran,” harapnya.

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: