Serikat Pekerja Kabupaten Tegal Sentil Apindo
AUDIENSI - Sejumlah pengurus serikat pekerja melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Tegal.Foto: Yeri Noveli/diswayjateng.id --
SLAWI, diswayjateng.id – Gelombang perlawanan buruh Kabupaten Tegal terhadap narasi sepihak dunia usaha kian menguat. Federasi Serikat Pekerja (FSP) Perkayuan dan Kehutanan (KAHUT) SPSI Kabupaten Tegal menilai pernyataan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Tegal Kiswanto menyesatkan publik dan tidak berdasar pada fakta industri lokal.
Dalam audiensi bersama Komisi II DPRD Kabupaten Tegal pada 29 Oktober 2025 lalu, Apindo menyebut buruh meminta kenaikan upah setinggi-tingginya dan menilai Kabupaten Tegal belum layak menerapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
Pernyataan itulah yang langsung disambar oleh FSP KAHUT SPSI sebagai narasi menyesatkan dan kontradiktif terhadap data resmi pemerintah daerah.
Ketua FSP KAHUT SPSI Kabupaten Tegal Muhammad Taufik, menegaskan bahwa perjuangan kenaikan UMK dan UMSK bukanlah tuntutan liar seperti yang digambarkan Apindo, melainkan aspirasi konstitusional yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
BACA JUGA:Komisi II DPRD Kabupaten Tegal dan Apindo Bahas UMK 2026: Jaga Iklim Investasi, Hindari PHK Massal
BACA JUGA:Ratusan Pekerja PT TSH Brebes Jadi Anggota Aktif Donor Darah, Rutin Sumbangkan Ratusan Kantong Darah
“Landasan kami jelas. MK sudah menegaskan, penetapan upah minimum harus mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks kebutuhan hidup layak (KHL). Ini bukan soal keinginan, tapi amanat konstitusi. Jadi jangan dibalik-balik seolah buruh minta seenaknya,” tegas Taufik, di Sekretariat FSP KAHUT SPSI, Desa Maribaya, Kabupaten Tegal.
Menurut Taufik, pernyataan Apindo yang menyebut akan “patuh jika ada regulasi” adalah pernyataan kontradiktif.
“Regulasinya sudah ada sejak lama, tapi kepatuhan perusahaan terhadap aturan ketenagakerjaan masih rendah,” ujarnya tajam.
Berdasarkan data Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Tegal Tahun 2025, hanya 29 % perusahaan yang sudah menyusun struktur dan skala upah dalam lima tahun terakhir. “Itu artinya bukan soal kesiapan, tapi soal komitmen moral dan tanggung jawab sosial,” imbuhnya.
BACA JUGA:PMI Kabupaten Pemalang Bekali 20 Karyawan PT Ciomas Adisatwa
BACA JUGA:Disporapar Kabupaten Tegal Diskusi Medical Wellness dengan PT KAI
Menjawab klaim Apindo bahwa Kabupaten Tegal belum layak menerima UMSK, Taufik menegaskan justru sebaliknya. Berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, UMSK dapat ditetapkan jika ada sektor unggulan dan perusahaan yang mampu.
“Silakan cek data di Dinas Ketenagakerjaan. Kabupaten Tegal punya sektor unggulan dan perusahaan dengan kontribusi investasi tinggi. Berdasarkan data DPMTPS, pada triwulan III 2025 saja nilai investasi mencapai Rp888 miliar dari PMA dan Rp551 miliar dari PMDN. Kalau itu belum layak, lalu daerah mana yang layak?” sindirnya.
Menanggapi narasi bahwa kenaikan upah menghambat investasi dan memicu PHK massal, Taufik menyebut itu isu lama yang menyesatkan publik.
“Studi Bank Dunia dan ILO menunjukkan, faktor utama investasi bukan upah murah, tapi kepastian hukum, stabilitas sosial, infrastruktur, dan produktivitas tenaga kerja. Negara seperti Jepang, Jerman, dan Korea Selatan tetap menjadi magnet investasi meski standar upahnya tinggi,” paparnya.
BACA JUGA:Dinas Perintransnaker Kabupaten Tegal Cari Solusi Eks Pekerja PT MKI
BACA JUGA:PNM Gelar Fun Run 2025, Ciptakan Kohesi Sosial Masyarakat Pemalang
Ia menambahkan, upah layak justru memperkuat daya beli masyarakat, memutar roda ekonomi, dan menjaga stabilitas industri. “Kalau setiap kali buruh minta upah layak lalu dijawab dengan ancaman PHK, itu bukan dialog sosial, tapi intimidasi,” cetusnya.
Dalam pernyataan sikap resminya, FSP KAHUT SPSI Kabupaten Tegal menuntut Apindo memberikan klarifikasi publik atas pernyataan yang dinilai menyesatkan itu.
“Silakan buktikan data bahwa perusahaan di Tegal tidak layak UMSK. Kami minta Apindo menunjukkan komitmen nyata membina anggotanya agar taat regulasi, bukan hanya pandai berargumentasi,” ujar Taufik.
Serikat pekerja juga mendesak DPRD dan Pemkab Tegal agar berpegang pada data RKPD dan Putusan MK dalam menetapkan kebijakan pengupahan.
"UMK naik dan UMSK diterapkan bukan untuk menakut-nakuti pengusaha, tapi untuk memastikan keadilan sosial bagi pekerja dan kesejahteraan daerah,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: