Kopi Poro, Minuman Para Ndoro di Abad ke-19 Kini Tersedia di Kadilangu Demak

Kopi Poro, kopi dari dataran tinggi Rahtawu disangrai dengan kelapa dan beras ketan-nungki diswayjateng-
DEMAK, diswayjateng.id – Hadirkan sejarah masa lalu dengan mengecap secangkir kopi dapat dirasakan saat lidah kita mengecap minuman yang merupakan warisan Kadilangu, khususnya di Ndalem Notobratan, yakni dengan menikmati Kopi Poro.
Kopi yang bukan sekadar kopi ini, merupakan warisan dari Notobraran yang dahulu dikenal sebagai pusat pemerintahan di masa pardikan, yakni sekitar tahun 1800-an.
Menurut penjual Kopi Poro, Ika Febriani, awal mula dirinya memberanikan diri usaha kopi ini dari hasil obrolan bersama Ndoro Yanti, selaku ahli waris Kadilangu. Di mana pada saat itu Notobratan memiliki tradisi kuat menyajikan kopi pada pagi dan sore hari.
"Uniknya, penyajian kopi itu ditandai dengan dentang lonceng, menandakan waktu minum kopi bagi para abdi dalem dan tamu kerajaan," kilah Ika.
BACA JUGA:Tiga Jemaah Haji Tertua asal Jepara Bersemangat Tunaikan Ibadah Haji
BACA JUGA:Wilayah Kudus Langganan Banjir, Bupati Samani Serukan Bersih bersih Sungai
Nama "Kopi Poro" sendiri diambil dari kata "Poro" yang berarti para, seperti Poro Ndoro, Poro Abdi Dalem, dan Poro Tamu, merekalah yang menikmati kopi tersebut pada zamannya. Selain itu perbedaan cita rasa lain terletak pada bahan pembuatannya.
"Kopi ini tidak hanya terbuat dari biji kopi, tetapi juga dicampur dengan beras ketan dan kelapa," ucapnya.
Ia bercerita pada masa ketika kopi murni terlalu mahal bagi masyarakat pribumi, sehingga mereka mencampurkannya agar tetap bisa menikmati rasa kopi dengan cara yang lebih terjangkau.
"Rasanya nagihi (bikin ketagihan). Dulu kopi ini dimasak di pawon (dapur) tradisional, pakai tungku, wajan dari tanah liat, dan sotil kayu. Rasanya jelas beda dibandingkan dengan yang dibuat pakai grinder," ujar Ika kepada diswayjateng.id, Rabu 14 Mei 2025
BACA JUGA:Viral Video Remaja Bawa Sajam Diamankan Warga di Grobogan, Ini Kata Kapolsek Gubug
BACA JUGA:Dua Mahasiswa Undip Ditangkap Terkait Kericuhan May Day, Kampus Beri Pendampingan Hukum
Kopi Poro diproduksk dengan metode tradisional, meskipun untuk efisiensi ia mencampur hasil tumbukan manual dan grinder. Biji kopi Ia dapatkan dari berbagai daerah, termasuk Rahtawu, lalu disangrai bersama kelapa dan beras, kemudian ditumbuk dan disaring secara manual.
"Rasanya yang gurih berasal dari kelapa yang tidak terlalu muda maupun tua, serta beras ketan yang memberikan sensasi khas saat diminum. Tingkat sangrainya pun dipastikan tidak gosong, agar aroma dan rasa tetap seimbang," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: