Motif Jawa Hokokai, Jejak Sejarah Kelam di Balik Keindahan Batik Tulis Pekalongan

Pembatik muda Rumah Batik TBIG, Hana Maulidia menunjukkan batik tulis motif jawa hokokai bersama ketua KBB Nanang Tri Purwanto, Selasa 13 Mei 2025--Bakti Buwono/ diswayjateng.id
Panjang satu kain batik motif Jawa Hokokai mencapai 2,6 meter, dan itu bukan tanpa alasan—ukuran ini sudah menjadi pakem dalam batik khas Pekalongan.
“Ukuran ini biar saat dililit, satu sisi tidak muncul ke permukaan,” jelas Hana. Kata “Hokokai” sendiri berasal dari singkatan organisasi propaganda Jepang, Jawa Hokokai.
BACA JUGA:Koperasi Bangun Bersama Jadi Jantung Ekonomi Rumah Batik TBIG Pekalongan, Biayai Ratusan Pembatik
BACA JUGA:Inginkan Ukiran dan Batik Jepara Membumi, Disisipkan di Pendidikan Era Digital
Motif Jawa Hokokai adalah organisasi resmi yang dibentuk oleh Jepang pada 8 Januari 1944 untuk menghimpun kekuatan rakyat Indonesia dalam Perang Pasifik.
Organisasi ini dikenal sebagai Himpunan Kebaktian Jawa, bertujuan untuk meningkatkan semangat kebaktian (hokosishin) dan dukungan rakyat pribumi terhadap Jepang.
Hal itu disampaikan Hana di depan para peserta Journalism Fellowship on CSR 2025 yang digelar Gerekan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dengan TBIG.
Mengerjakan satu lembar motif Jawa Hokokai atau batik tulis pada umumnya bukan perkara gampang. Proses klowongan saja bisa memakan waktu tujuh hari, dan itu baru permulaan.
BACA JUGA:Kondisi Industri Batik Pekalongan Saat ini di Mata Akademisi, Antara Regenerasi dan Digitalisasi
BACA JUGA:Rizal, Pemuda Serabutan Itu Kini Jadi Bos Batik Tulis, Ekspor Sampai Inggris
Belum masuk pewarnaan, penutupan motif, hingga tahap akhir yang semuanya butuh ketelitian tinggi. “Kalau batik tulis asli, bukan cuma soal gambar. Tapi juga soal ketekunan, keahlian, dan rasa,” tambahnya.
Dalam prosesnya, satu kain dikerjakan oleh banyak tangan—bukan satu orang dari awal sampai akhir. Ada yang khusus menutup motif, ada yang bagian mewarnai, dan ada pula yang mengurus finishing.
Semuanya spesialis, tidak bisa sembarangan. Risiko gagal juga tinggi. “Kain bisa berlubang, warna bisa lari, motif bisa salah gores. Kalau reject, ya rugi,” kata Hana.
Oleh karena itu, harga jual batik tulis bisa tiga kali lipat dari biaya produksinya. “Banyak yang tanya kenapa mahal, padahal belum tentu tahu prosesnya,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: