Oleh-oleh dari Ziarah ke Makam Mbah Manggeng, Cerita Kraton Martoloyo hingga Kisah Nyai Ronggeng
MAKAM MBAH MANGGENG - Inilah potret Makam Mbah Manggeng yang berada di dalam komplek sekolah Pius di Dukuh Kemanggengan, Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal.Foto:K Anam S/diswayjateng.id--
TEGAL, diswayjateng id - Dalam komplek sekolah Pius yang terletak di Jalan Kapten Ismail, Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, terdapat makam yang dikeramatkan. makam keramat tersebut yaitu makam Mbah Manggeng. Seperti makam keramat pada umumnya, makam Mbah Manggeng banyak diziarahi warga, tidak hanya dari Kota Tegal, melainkan juga berbagai daerah.
Sore menjelang petang, rombongan disambut ramah ketika bertandang ke kediaman Sujatno di Gang Mundu, Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal. Pria berusia empat puluh lima tahun tersebut adalah Juru Kunci Makam Mbah Manggeng yang merupakan generasi ketiga, meneruskan tugas turun temurun dari ayah dan kakeknya.
Waktu terasa berjalan sangat cepat. Di tengah obrolan, suara azan berkumandang dari musala terdekat, mengajak warga muslim untuk melaksanakan salat Maghrib. Selepas salat berjamaah di musala, Radar Tegal diajak untuk berziarah ke Makam Mbah Manggeng, bersama seorang lainnya yang terlebih dulu datang ke kediaman Sujatno.
Makam Mbah Manggeng berada di sisi belakang rumah Sujatno, di dalam komplek sekolah Pius, dan dapat ditempuh dengan jalan kaki atau menggunakan kendaraan bermotor. Radar Tegal bersama Juru Kunci dan seorang tadi yang dipanggil Sujatno dengan Abah berjalan kaki dan tidak sampai lima menit sampai di depan Makam Mbah Manggeng.
BACA JUGA:Refleksi Hari Jadi Jepara ke-476, Kapolres dan Istri Ziarah di Makam Ratu Kalinyamat
Sujatno lalu meloloskan kunci dari saku kemejanya. Terbukalah pintu komplek makam yang kelilingi pagar tembok bercat putih itu. Makam Mbah Manggeng telah bercukungkup, namun tidak tertutup. Di atas pusara yang bercat warna hijau, diberi kelambu berwarna putih, untuk mencegah debu yang jatuh dari sela-sela genteng.
Setelah menyapu lantai makam, Sujatno memimpin doa. Tidak hanya untuk Mbah Manggeng, doa juga dipanjatkan untuk sesepuh Tegal seperti Ki Gede Sebayu, Ki Hanggawana, dan lainnya. Lantunan ayat suci Alquran merapal dari mulut tiga orang yang berada di Makam Mbah Manggeng. Suara entah burung apa ikut bersautan dari atas pepohonan.
Menurut Sujatno, Mbah Manggeng wafat di Dukuh Kemanggengan, yang sekarang berada di wilayah Kelurahan Kraton, sehingga disebut sebagai Mbah Manggeng. Mbah Manggeng sendiri merupakan keturunan Mataram. Ia wafat karena perang tanding dengan Martopuro, Adipati Jepara yang diutus Amangkurat yang condong bekerja sama dengan VOC atau Belanda.
Martopuro mengajak Mbah Manggeng berunding untuk membasmi pemberontakan Trunojoyo. Namun, Mbah Manggeng menolak, karena ia lebih memilih untuk memihak rakyat daripada harus bersekutu dengan Belanda. Saat itu, terjadi perdebatan antara Mbah Manggeng dan Martopuro. Inilah awal terjadinya perang tanding yang pada akhirnya menggugurkan keduanya.
BACA JUGA:Menilik Sejarah Wonotingal Semarang, Makam Mbah Dresmi Susah Dipindahkan
BACA JUGA:Forkopimda Tabur Bunga di Taman Makam Pahlawan Dharma Salatiga
Gugurnya dua bersaudara tersebut populer sebagai kisah Martoloyo Martopuro. Sujatno sendiri menyebut Mbah Manggeng tidak lain merupakan Mbah Martoloyo. Di komplek sekolah Pius tempat Mbah Manggeng bersemayam, tutur Sujatno, dulunya merupakan sebuah kraton yang didirikan oleh Martoloyo, saat menjabat Adipati Tegal.
Sujatno menggambarkan, pintu masuk Kraton Martoloyo berada di Jalan Kapten Ismail, yang sekarang menjadi akses masuk untuk SD Pius. Setelah pintu masuk, tibalah di pelataran, dan di ujungnya merupakan pendapa. Di sisi selatan kraton, digunakan sebagai tempat untuk menyimpan kuda. Sayangnya, saat ini kraton tersebut telah rata dengan tanah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: