Kampung Seni Tegal Pentaskan Dramatic Reading

Kampung Seni Tegal Pentaskan Dramatic Reading

KURSI - Bontot Sukandar membawakan naskah Kursi karya Putu Wijaya.Foto: Istimewa --

TEGAL, jateng.disway.id - Untuk pertama kali sebuah dramatic reading atau pembacaan dramatis dipentaskan di Kota TEGAL. Bertajuk TEGAL Dramatic Reading #1, pementasan dramatic reading diselenggarakan Kampung Seni TEGAL di Ruang Pertunjukkan Kampung Seni yang berlokasi di Kawasan Obyek Wisata Pantai Alam Indah Kota TEGAL, selama dua hari berturut-turut. 

Ruang Pertunjukkan Kampung Seni dipenuhi ratusan orang yang berkunjung. Suasana beranjak hening saat Teater Banyu Biru mulai naik ke atas panggung yang berlatar gelap. Semua mata tertuju kepada kelompok teater yang didaulat untuk menjadi penampil perdana di hari pertama pagelaran Tegal Dramatic Reading #1. 

Kelompok yang berasal dari Politeknik Harapan Bersama tersebut membawakan naskah berjudul Andai Aku Mati Esok Hari karya Putra Rimba. Sang pembaca naskahnya meliputi Citra, Arda, Putra, dengan sutradara Ariq Maulana. Penampilan  Teater Banyu Biru disambut meriah para penonton yang hadir memenuhi Ruang Pertunjukkan.

Penampil kedua lalu naik ke atas panggung. Dia adalah Zachira Indah. Indah, begitu perempuan berambut panjang ini biasa disapa, menghadirkan naskah berjudul Prita Istri Kita yang merupakan karya Arifin C Noer. Bagi Indah yang merupakan seorang novelis, tampil membacakan naskah merupakan pengalaman pertamanya. 

BACA JUGA:Ada Monolog Anjing, Tuan dan Pecundang di Kampung Seni Tegal

Kepada Radar Tegal, pemilik nama pena Handi Namire berbagi cerita. “Biasanya membacakan puisi, tapi ini membacakan monolog dan berlakon,” tutur Indah usai pentas. Indah dengan antusias menceritakan apa yang dibawakannya. Menurutnya, naskah karya Arifin C Noer ini bertema sederhana dan dekat dengan keseharian perempuan. 

Sehingga, membawakan naskah ini seperti menyelami isi kepala para istri-istri di luar sana, yang mirip sosok Prita. Yaitu, dia yang hidup sebagai istri yang selalu melayani suami. Namun, terkadang mengalami ketidakpuasan dalam hidupnya karena hidup miskin. Sementara, sang suami tidak bisa memenuhi harapan dan membuatnya bahagia.

Karena itu, dilampiaskan dalam bentuk halusinasi atau fantasi membayangkan kebersamaan dengan sosok laki-laki di masa lalunya. “Ini mengesankan sosok Prita terlihat manusiawi, bahkan fantasinya terkesan nakal. Namun demikian, justru hal tersebutlah yang membuat sosok Prita begitu dekat dengan keseharian kita,” sebut Indah. 

Setelah Indah, penampil ketiga yang naik ke atas panggung adalah Dokteater. Kelompok teater yang berisikan alumni-alumni Teater Akar FKIP Universitas Pancasakti Tegal ini menyuguhkan naskah berjudul Tanda Cinta karya Nano Riantiarno, dengan pembaca meliputi Pipit Kartika Sari, Jenar Candria Bakh, dan disutradarai Alif Mustofa. 

BACA JUGA:Magnet Wisata, Kampung Seni Kujon akan Ground Breaking pada November 2023

Malam berikutnya, Ruang Pertunjukkan Kampung Seni kembali dipenuhi ratusan orang. Seperti hari pertama, mereka yang hadir berasal dari kelompok teater pelajar, mahasiswa, maupun umum. Tampak di antara para penonton yang hadir yaitu Yono Daryono, Rudi Iteng, dan nama-nama tenar lainnya.

Penampil pertama di hari kedua adalah Teater Genting yang menggulirkan naskah Nouskardia karya F Bachtiar Bak, dengan pembaca Azhar Rifandi, Tato, Prayoga, Yasir, dan disutradarai Hendra Pedaksa. Berlanjut penampil kedua Teater Akar FKIP Universitas Pancasakti Tegal. Mereka menyajikan naskah Nyanyian Angkasa karya Anton P Chekov, dengan sutradara Gonang. 

Kemudian tiba saatnya Teater Puber sebagai penampil ketiga. Salah satu kelompok teater legendaris di Kota Tegal itu mempersembahkan naskah Kursi karya Putu Wijaya, dengan pembaca Bontot Sukandar. Setelah pementasan usai, acara diisi dengan diskusi menghadirkan semua penampil dan membahas konsep dramatic reading, hal-hal penunjang, serta kemungkinan lain.

BACA JUGA:Kampung Seni Kota Tegal Santuni Yatim Piatu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: