Hadapi Isu Kontemporer, Poltek Harber Hadirkan Marco Kusumawijaya
Ketua Dewan Kesenian Jakarta (2006 - 2010) Marco Kusumawijaya Poltek Harber gelar diskusi publik, Harber Talk #2.-maewan dani ristanto-jateng.disway.id
TEGAL, DISWAY JATENG - Bagian Kemahasiswaan, Politeknik Harapan Bersama (Poltek Harber) menggelar diskusi publik Harber Talk #2 dengan tema ‘Menata Infrastruktur Kebudayaan dalam Menghadapi Isu Kontemporer’ di Aula Gedung C Poltek Harber, Kota Tegal, Senin, (14/8).
Poltek Harber mendatangkan Ketua Dewan Kesenian Jakarta (2006-2010) Marco Kusumawijaya untuk membahas tentang budaya. Karena masalah manusia modern saat ini, bagaimana menjadi modern dan menemukan kembali akar-akar budaya, masyarakat perlu mendata dan menghidupkan kembali budaya-budaya setempat agar memiliki identitas.
Menurut Marco, budaya sebagai rumah yang dapat dibawa ke mana-mana. Larena ketika merasa nyaman dapat berkreasi. Budaya sebagai kata aktif merupakan kemampuan mengolah hal baru atau yang sudah ada kemudian membuat hal baru.
“Budaya bukan sekadar mewarisi sesuatu, karena ketika kita hanya mewarisi sesuatu maka hanya mengulang yang sudah ada dan tidak ada nilai inovasi dan pembaharuan. Budaya adalah cara hidup masa kini dan menyelesaikan masalah sekarang,” terangnya.
Warisan budaya yang ada harus digali atau ditemukan kembali perlu diolah dan dicari terus caranya. Kebudayaan juga memiliki makna-makna jadi jangan terjebak bahwa kebudayaan hanya sebagai tontonan.
Bagaimana memaknai budaya untuk menghadapi kehidupan saat ini. Jika mengembangkan sesuatu hanya berdasarkan tampilan luar, maka nantinya tidak akan ada inovasi. Budaya bukan hanya tontonan tetapi harus jadi tuntunan. Telah terjadi komodifikasi kebudayaan.
“Kita bisa kembali pada pengertian budaya secara sederhana yaitu olah budi dan daya. Bagaimana urip untuk nguripi, menjadi persoalan dalam memaknai kebudayaan, ketika budaya dibaca hanya dengan perspektif UNESCO bukannya nusantara,” kata Dewan Pengarah Dewan Kebudayaan Daerah Kabupaten Tegal Teguh Puji Harsono.
Sementara itu, Pemerhati Perkotaan Abdullah Sungkar menuturkan, terdapat tiga desain kota yaitu city of code, city of walks dan city of machine.
“Namun, akhir-akhir ini, hanya ada satu nalar di balik pembangunan kota, yaitu nalar ekonomi. Kota menjadi bagian dari hunian kita semua, bagaimana reasoning kita dalam membangun kota kecil, sehingga tidak mudah latah dalam membangun kota,” pungkasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: jateng.disway.id