UMKM Bangjit, Bebas Tidak Kena Pajak?

UMKM Bangjit, Bebas Tidak Kena Pajak?

--

 

Oleh : Riska Nurseli

Mahasiswi D3 Manajemen Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal

 

Di berbagai daerah di Indonesia, UMKM merupakan penggerak ekonomi yang mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sebagai penggerak roda perekonomian, UMKM merupakan unit usaha yang sangat beragam mulai dari penjual keliling hingga home industry. UMKM mulai mendominasi dan menjadi tonggak perekonomian di Indonesia. Hampir semua unit usaha UMKM mengalami penurunan omset, pengurangan pegawai, bahkan sampai berujung penutupan usaha. Naum 2021 para pelaku usaha UMKM mulai bangkit. Sebagai wujud dukungan dari pemerintah pada pelaku UMKM, dibuatlah kebijakan tentang batasan pendapatan bruto yang bebas tidak kena pajak

 

Berbagai upaya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM yang berdampak pada peningkatan kontribusi pajak. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebagai peraturan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Pemerintah menetapkan penyusutan tarif pajak untuk UMKM dari sebesar 1 persen menjadi 0,5 persen yang tertuang dalam PP No 23 tahun 2018. Penurunan tarif pajak ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah modal usaha sehingga UMKM menjadi semakin berkembang.

 

Sebagai bentuk keberpihakan pemerintah pada wajib pajak orang pribadi pelaku UMKM pemerintah menetapkan batasan-batasan peredaran bruto tidak kena pajak dalam undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menururt UU HPP Pasal 7 ayat (2a) wajib pajak orang pribadi yang mempunyai omzet Rp500 juta dalam 1 tahun tidak dikenai pajak penghasilan. Dengan kata lain bila omzet yang diperoleh kurang dari Rp500 juta per tahun, mala pelaku UMKM bebas tidak kena pajak penghasilan atau PPh final. Ketentuan mengenai batasan omzet tidak kena pajak mulai berlaku pada tahun 2022. Kebijakan tersebut sangat berpihak pada pelaku UMKM. 

 

Pemerintah memberikan keringanan pajak untuk wajib pajak orang pribadi UMKM. Dimana omzet di bawah Rp500 juta bebas kena pajak, hal ini berbeda dengan tahun 2021 yang dimana omzet UMKM di bawah Rp4,8 milyar kena pajak walaupun omzet pertahun dimisalkan Rp300 juta. Dimana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebut ketentuan mengenai omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta akan mendorong pemulihan UMKM dari pandemi salah satunya melalui kebijakan fiskal yang terwujud melalui implementasi PTKP UMKM orang pribadi. Wajib pajak orang pribadi UMKM yang membayar pajak dengan menggunakan skema PPh final UMKM tersebut akan mendapatkan fasilitas bebas tidak kena pajak senilai Rp500 juta, dengan ini UMKM dengan omzet Rp500 juta dalan setahun tidak perlu membayar PPh final 0,5%. Apabila UMKM tersebut mempunyai omset di atas Rp500 juta maka perhitungan pajak hanya dilakukan oleh omset yang di atas tersebut.

 

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan peringatan mengenai omzet bebas tidak kena pajak sebagaimana diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan tidak menghapuskan kewajiban wajib pajak orang pribadi untuk mengisi SPT Tahunan. Seperti diketahui omzet UMKM yang belum melebihi Rp500 juta tidak dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2018. Namun, dengan berlakunya ketentuan tersebut tidak serta merta membebaskan kewajiban perpajakan seseorang. Usahawan dengan kategori omzet tidak lebih dari Rp500 juta masih wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan melakukan pencatatan atas omzet yang diperoleh tiap bulan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan wajib pajak tetap perlu melakukan pencatatan secara mandiri sehingga apabila membayar PPh final UMKM dengan omzet yang melebihi Rp500 juta dan dapat melaporkan pada SPT Tahunan pajak 2022. 

 

Pencatatan atau pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak bersifat final. Dimana ketentuan mengenai kewajiban pencatatan diatur  dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2021 tentang tata cara melakukan pencatatan dan kriteria tertentu serta tata cara menyelenggarakan pembukuan untuk tujuan perpajakan. Adapun dalam melakukan pencatatan wajib pajak perlu memperhatikan kaidah-kaidah dan melakukan pencatatan sesuai dengan kriteria. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: jateng.disway.id